Rabu, 15 Februari 2012

Pendidikan Harus Aplikatif

Oleh: Agus Mulyadi
            Tanpa disadari ternyata pendidikan kita pada saat ini telah terjebak pada suatu kondisi yang terlalu mengagung-agungkan alam teoritis. Suatu alam pendidikan yang menekankan perhatian besarnya kepada aspek-aspek teori saja tanpa berupaya mencoba untuk bagaimana mengaplikasikannya didalam dunia nyata atau dalam kehidupan masyarakat. Meskipun ada satu dua lembaga pendidikan yang telah melakukannya akan tetapi jumlahnya masih terlalu minim.
Hal ini dapat diketahui dari output atau keluaran yang notabene mengalami suatu kebingungan tersendiri pada saat vis a vis berhadapan dengan dunia kerja atau dunia nyata ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Ini harus kita sadari dan jadikan renungan bagi seluruh stekholder pendidikan. Karena bagaimanapun juga manusia atau dalam hal ini biasa disebut dengan istilah siswa/ mahasiswa tetap membutuhkan kedua aspek penting tersebut, yakni aspek teoritis yang biasa didapat didalam proses pembelajaran dikelas, dan juga butuh yang namanya praktik sebagai media atau sarana dalam mengaplikasikan segala macam bentuk teori yang telah mereka dapatkan itu. Keseimbangan diantara keduanya itu praktis sangatlah dibutuhkan oleh semua siswa.
Sejalan dengan hirarki kebutuhan manusia yang diungkapkan Abraham Maslow, dikatakan bahwasannya manusia dalam hidup itu mempunyai beberapa macam kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, seperti misalnya: pakaian, makanan, tempat tinggal, keamanan dan keselamatan, bersosialisasi dengan orang lain, penghargaan serta kebutuhan akan aktualisasi diri.

Realita Pendidikan Kita
            John Dewey dalam teori progresivismenya menyampaikan bahwasanya sejalan dengan fitrah pertumbuhan manusia sendiri pendidikan seharusnya dijalankan tidak hanya ketika manusia atau seseorang berada didalam ruang-ruang kelas saja. “Long Life Education” atau pendidikan sepanjang hayat yang kemudian menjadi prinsip dasar pendidikan partisipatif yang dikembangkan John Dewey (Islamika, edisi 29 februari 2005). Dalam model pendidikan ini semua siswa diberikan kebebasan seluas-luasnya dalam berfikir maupun bereksperimen.
            Konsep seperti itu jika dijalankan dinegeri ini memungkinkan tumbuh kembangnya nalar kritis yang lama terpendam dalam alam pikiran siswa. Jika menilik praktik pendidikan kita saat ini tentunya banyak kalangan merasa prihatin, sebab dunia pendidikan kita sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Pendidikan seakan tidak lagi mampu menjawab segala macam persoalan yang sedang dirasakan oleh masyarakat sehingga ungkapan Ivan Illich yang mengatakan bahwa sekolah sudah mati “School is death” seakan menjadi benar adanya. Kurang lebih maksud dari ungkapan tokoh tersebut adalah ketidakmampuan sekolah dalam mengaplikasikan segala macam ilmu yang terbungkus dalam teori-teori dikelas. Sehingga oleh Ivan Illich dikatakan bahwa sekolah telah mati.
            Model pendidikan semacam itu dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan kependidikan seperti KKN, PPL, Pengabdian Masyarakat, Penyuluhan dan Pendampingan. Selain itu dapat juga melalui jasa kursus, pelatihan-pelatihan, pemberdayaan masyarakat. Memang sekilas model pendidikan semacam ini sudah dilaksanakan, akan tetapi masih kurang optimal dan tidak mengena. Padahal kegiatan-kegiatan semacam ini malah lebih terasa dan berkesan karena siswa dapat merasakan langsung dengan beragam jenis persoalan yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Tarbiyah
 Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 komentar:

Posting Komentar