Rabu, 15 Februari 2012

Pendidikan Formal Vis a vis Pendidikan Informal

Oleh: Agus Mulyadi
Mencermati dinamika pendidikan dewasa ini menjadi menarik untuk dibahas dan dikaji, salah satunya adalah model pendidikan alternatif yang menjadikan rumah atau perumahan sebagai basis pelaksanaannya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Home Schooling. Model pendidikan ini menuntut peran aktif keluarga sebagai pelaksanaanya. Orang tua harus jeli dan kreatif melihat potensi dan kecenderuingan anak sehingga pendidikan dapat berjalan dengan maksimal.
Lain halnya dengan pendidikan formal atau pendidikan pada umumnya, yang menjadikan sekolah sebagai basis daripada pendidikannya. Dalam model pendidikan ini praktis gurulah yang menjadi actor utama dalam mengembangkan karakter, potensi dan ketrampilan anak. Sedangkan mereka dalam melakukan proses pembelajaran sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh waktu. Jika mereka mampu memaksimalkannya tentuynya proses pendidikan akan berjalan sebagaimana mestinya. Akan tetapi beragam peristiwa dan kasus seputar pendidikan yang terakhir beredar seakan memaksa masyarakat kita untuk mempertanyakan, apakah program pendidikan yang selama ini dijalankan oleh sekolah atau lembaga-lembaga sejenis sudah berhasil?
Tentunya kita masih ingat betul sejumlah kasus yang menimpa siswa-siswi kita saat ini, mulai kekerasan, kenakalan remaja, hingga sontek massal. Kesemuanya itu terjadi disaat pemerintah dengan begitu semangat mengkampanyekan program pendidikan karakter. Hal itu terlihat ironi dan menimbulkan sejumlah pertanyaan dalam diri kita. Betulkah sekolahan sudah tidak mampu lagi mencetak generasi-generasi utama yang berkarakter? Apakah sekolah seperti yang dikatakan Everet Reimer sudah mati?
Jika melihat realitas dan fakta yang ada selama ini memang sekolah kurang begitu mampu mewujudkan cita-cita bangsa yang tercantum dalam undang-undang sehingga muncul gerakan-gerakan dalam masyarakat yang membuat semacam sekolah dengan basis rumah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Home Schooling sebagai alternatif.
Ada baiknya jika kita memperhatikan beberapa perbedaan dan kesamaan diantara keduanya (Santoso, Budi, Satmoko, 2010:78-79). Pertama, dari sisi peran sekolah berbasis rumah menuntut orang tua untuk lebih aktif dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, sedangkan sekolah formal praktis gurulah yang menjadi tokoh sentral dalam pendidikan anak.
Kedua, dalam pemilihan materi pendidikan sekolah berbasis rumah atau home schooling lebih luwes, memberi kebebasan dan kemerdekaan kepada siswa/ anak untuk memilih materi pendidikan, sedangkan sekolah formal harus mengacu kepada standar umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Ketiga, terkait waktu pelaksanaan pendidikan. Jika sekolah pada umumnya hanya dapat menjalankan pendidikan pada jam yang telah ditentukan tidak dengan pendidikan berbasis rumah yang pelaksanaannya sangat fleksibel sesuai degan kebutuhan anak.
Adapun persamaan diantara keduanya dapat dilihat dari: orientasi masa depan siswa, model pendidikan, dan sama-sama bertujuan untuk mengasah kecerdasan, keterampilan serta karakter anak.
Dari beberapa perbedaan dan kesamaan tersebut dapat kita tarik sebuah pemahaman bahwa bagaimanapun juga sekolah formal tidak dapat lepas begitu saja atau dengan kata lain bergantung kepada pendidikan berbasis sekolah sehingga dalam upaya mewujudkan misi pendidikan nasional yang diperlukan adalah sinergisme diantara kedua kekuatan tadi dalam menjalin komunikasi untuk melaksanakan proses pendidikan yang lebih baik dan unggul. Kemudian kita juga tidak boleh memungkiri besarnya peran keluarga dalam hal ini yang secara langsung atau tidak turut membantu mensukseskan jalannya pendidikan sehingga peran mereka praktis harus lebih dioptimalkan dengan baik.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta


0 komentar:

Posting Komentar