Rabu, 15 Februari 2012

Menjadikan Moral Sebagai Komando

Oleh: Maria Ulfa
Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun” Bung Karno
Kiranya ungakapan mantan Presiden pertama RI itu patut kita renungkan sekarang ini. Terkhusus untuk para pejabat bangsa ini, apakah mereka tidak kenal lagi istilah kebajikan di negeri ini? Apakah mereka enggan atau bahkan tidak mau berbuat kebajikan? Apakah mereka sudah melupakan pelajaran tentang kebajikan yang didapat dibangku sekolah?
Ada yang salah dengan bangsa ini kata Syafi’I Ma’arif dirasa memang benar adanya. Bangsa yang diberikan modal potensi yang sangat cukup bahkan lebih sebagai sebuah Negara akan tetapi belum bisa mengenyam sedikitpun berkah tersebut. Padahal jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain seharusnya bangsa ini sewajarnya berada satu langkah didepan lebih maju. Namun apa yang terjadi? Kebalikan dari itu semua. Bangsa ini tidak juga maju atau memang sengaja tidak dimajukan oleh penguasa. Yang jelas realitas semacam itu adalah sangat merugikan bagi bangsa kita sendiri. Yang jelas tidak ada satu pun dari kita yang menginginkan bangsa ini rubuh atau rusak oleh kelaliman.

Banyak Faktor Mempengaruhi
Terkait dengan pertanyaan diatas tentunya banyak factor yang ikut mempengaruhi tersendatnya proses kemajuan bagi bangsa ini, mulai dari masyarakat yang masih rendah kesadarannya, pendidikan yang belum memanusiakan manusia, agama yang semakin jauh dari persoalan-persoalan social kemasyarakatan hingga tingkah polah kaum elit yang koruptif, kriminalitas, pelanggaran HAM, serta budaya pungli yang senantiasa menghiasi layar kaca dan media cetak. Seakan-akan mereka berlomba-lomba untuk merubuhkan bangsanya sendiri daripada bersama berjuang demi terwujudnya kemajuan bangsanya.
            Kata mereka, budi pekerti, toleransi, saling menghormati, keadilan, hukum, kesejahteraan, pendidikan dan keamanan harus ditegakkan, akan tetapi fakta dilapangan mengatakan lain, pemerintah tak kuasa mengendalikan para pejabat dan masyarakatnya. Bahasa yang dipakai oleh mereka ternyata adalah bahasa koalisi, bahasa kecurangan, bahasa kporupsi, mengadu domba, sikut-sikutan dan juga kong kalikong. Pada kenyataannya mereka telah lupa atau sengaja tidak diingat hal ikhwal kebajikan bagi bangsa dan negaranya. Buktinya apa? Kita bisa lihat dari berbagai ragam kasus yang menggeliat di negeri ini. Misalnya kasus TKI yang masih dihantui rasa was-was dan ketakutan yang mencekam karena ancaman hokum pancung, keadilan yang semakin timpang bagi masyarakat, kesejahteraan yang tidak merata antara kota dan daerah pinggiran, hingga kasus-kasus kekerasan dengan beragam latar belakang yang berbeda masih saja meliputi negeri ini. Apakah sedemikian ini mereka menerjemahkan bahasa kebajikan di negeri ini? Apakah kita akan tetap diam saja melihat realitas semacam ini? Atau sedikit namun pasti memperbaiki semua ini? Semua terserah kepada kita sendiri tentunya apakah sadar kemudian tergerak atau malah sebaliknya? 

Jadikan Moral Sebagai Komando
Dari beberapa cerminan diatas dapatlah kita tarik kesimpulan kenapa seorang Soekarno kemudian meninggalkan wasiat atau pesan untuk generasi-generasi penerusnya yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa ini. Beliau berpesan dengan tegas bahwa kebajikan biar bagaimanapun dan dalam kondisi apapun harus tetap ditegakkan dengan alasan apapun. Karena hanya dengan kebajikanlah bangsa ini akan mengalami kemajuan dalam segala bidang.
Jika merujuk kepada pesan Soekarno diatas sebenarnya dapatlah sudah kita pahami bahwa titik tekan dari itu semua adalah kebajikan dalam arti ditegakkannya moral dan hokum dari pada bangsa ini. Artinya jika kita dalami kurang lebih maksud dari kebajikan itu sendiri adalah sebuah anjuran untuk senantiasa menjadikan moral sebagai komando dan karakter bangsa dalam menjalankan roda pemerintahannya. Karena dari moral tersebut akan terlihat kualitas dari sebuah bangsa. Bangsa akan lebih harmonis, rukun dan sejahtera. Yang didalamnya semua elemen masyarakat dan pemerintah saling mengetahui job and order masing-masing yang tentunya harus digawangi dengan menjunjung tinggi moral bangsa.
Runtuhnya moral dikalangan masyarakat terlebih pejabat atau kaum elit bangsa sebagai pelaksana pemerintahan dapat berimplikasi kepada ambruknya penegakkan hukum, terbredelnya etika dan nilai-nilai kebajikan dalam masyarakat serta merebaknya perilaku koruptif dan manipulatif dan ekses dari itu semua akan berujung kepada menjauhnya kesejahteraan dari kehidupan masyrakat kita. Tidak ada ketentraman, kerukunan, toleransi atau menerima perbedaan.  Maka dari itu satu yang harus dipegang dan dijalankan oleh bangsa ini adalah “jadikan moral sebagai komando dalam kehidupan kita” niscaya cita-cita berbangsa dan bernegara sebagaimana tercantum dalam undang-undang kita dapat terealisasi dengan baik.
Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam/ Jurusan Syariah,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 komentar:

Posting Komentar