Rabu, 13 Juli 2011

Katakan Ya Atau Kompromi Untuk Korupsi! (Sikap kritis atas pemerintahan SBY )

Oleh: Agus Mulyadi

Mengutip ucapan seorang Sudjiwo Tejo dalam obrolan disalah satu TV Swasta mengatakan “Bangsa ini belum siap dengan system Demokrasi, karena pada kenyataannya masih ada wujud kasta dalam Demokrasi. Sudra, Waesa dan Brahmana kental terasa”. Sekilas ucapan tersebut dirasa memang benar, namun bukan berarti perjuangan untuk penegakkan demokrasi habis sampai disini. 
Menarik untuk diteliti apa yang telah diucapkan oleh budayawan sekaligus seniman ini. Memang kalau dikatakan dalam system Demokrasi diindonesia ini ada kelompok Sudra itu bisa dianggap benar, karena pada kenyataannya tidak sedikit politisi negri ini yang hanya memikirkan diri sendiri dengan fondasi egoismenya yang tinggi. Kemudian kelompok waesa yang bagi mereka hanyalah kepentingan kelompok yang paling utama, rakyat dinomor duakan atau bahkan dilupakan. Dan begitu seterusnya. Pada intinya bangsa ini menurut dia belum siap dengan system Demokrasi karena rakyat hanya dijadikan tumbal demi memenuhi hasrat dan nafsu birahi Demokrasi.
Berbicara soal demokrasi seharusnya semua didasarkan kepada kepentingan masyarakat bersama dan bukan kepentingan individu maupun kelompok seperti yang dikatakan budayawan diatas. Hal ini bila dikaitkan dengan system pemerintahan sekarang bukan tidak lagi menyimpang dari pesan demokrasi bahkan melenceng dari akar demokrasi. Hal itu disebabkan pemerintah sudah tidak lagi berfikir tentang kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan bangsa. Pemerintah hanya sibuk memeikirkan citra, suara, dan kemungkinan maju ke pemilihan berikutnya. Sehingga apa yang dahulu diteriakan mati- matian didepan berjuta rakyat Indonesia hilang ditelan politik citra dan remeh temeh lainnya.
Masyarakat tentunya masih ingat betul dengan janji SBY terhadap pemberantasan korupsi. Ya, “katakana tidak untuk korupsi” adalah jargon SBY ketika maju dalam pemilihan umum untuk presiden 2009/2014. bahkan dengan begitu semangat dan lantangnya kader-kader dari partai yang mengusungnya mengatakan “say no to korupsi !” dengan penambahan tanda seru diakhir kalimat sebagai pertanda bahwa partai ini benar- benar serius dan ingin membersihkan parlemen dari virus korupsi. Namun dalam perjalanannya berbagai kasus yang mendera memaksa partai untuk merubah jargonnya tersebut dengan “katakanya/  kompromi dengan korupsi”.  
Begitu menggelitik kalau diperhatikan penggalan kalimat diatas. Jargon itu muncul sebagai sikap kritis terhadap SBY sekaligus politisi partai biru ini. Sekan jargon yang dahulunya begitu mengesima dan menyihir jutaan rakyat sekarang menjadi bom atom yang menghantam citra paratai ini. Bagaimana tidak semangat memberantas korupsi tercemari oleh kasus anak buahnya sendiri yang berbondong- bondong terjerat kasus KORUPSI.
Motor penggerak itu seakan terlihat limbung dengan pecahnya satu- persatu roda penggeraknya gara- gara terjerat kasus korupsi. Tak usah ditangisi karena Janji tinggallah janji. Para politisi partai inipun seakan kena batunya sendiri. Hingga nyaris citra partai ini berdasarkan survey sejumlah lembaga berada dalam kondisi “awas!” artinya dari berbagai persoalan yang dihadapi pemerintahan SBY saat ini ternyata berpengaruh sangat signifikan terhadap citra partainya. Dan mengancam tingkat electoral partai. 

Cuci Gudang Atau Jatuh
            Sudah Jatuh Ditimpahi Tangga” ungkapan ini layak untuk disematkan pada kondisi partai biru yang dipimpin SBY saat ini. Bagaimana tidak kondisi partai yang sudah hamper sempoyongan ini sekarang dibebani dengan sejumlah kasus yang belum juga terselesaikan. Dengan kata lain mau tidak mau SBY dan Partai Demokrat harus Cuci Gudang untuk membersihkan partai dari jeratan kasus. Paling tidak segera mengusut dan menyelesaikan kasus yang mendera kader- kader partai kalau tidak ingin partai ini jatuh .
            Dua pilihan yang dilematis dan sulit dilakukan bila petinggi partai msaih terjebak kepada budaya kikuh pekewuh atau sungkan dengan para kader yang terjerat kasus namun disisi lain partai dituntut untuk segera melakukan bersih- bersih. Dalam hal ini semoga para petinggi partai masih mempunyai moral dan menjunjung tinggi asas hokum serta keadilan sehigga harapan tersebut tetap bias terwujud.
            Bagaimana kemudian upaya- upaya yang harus dilakukan? Mengingat sejumlah kasus yang sekarang mendera partai ini sudah begitu jauh berjalan? Yang pertama perlu adanya sikap yang tegas dari petinggi partai untuk menindak dan melakukan upaya hokum terhadap kader- kadernya yang terjerat kasus, kemudian meluruskan serta mewanti- wanti atau mengingatkan para kader yang belum terseret kedalam kubangan kasus untuk selalu waspada dan komitmen terhadap visi dan misi paratai yakni pemberantasan korupsi. Selanjutnya upaya mengembalikan citra dengan langkah- langkah nyata dan konkrit untuk menyejahterakan, memakmurkan, dan memajukan bangsa. Langkah-langkah tersebut penulis piker sangat urgen dan harus segera dilakukan apabila pemerintah masih berkomitmen dalam pemberantasan korupsi.
.
Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Tarbiyah
Universitas Muhammadiyh Surakarta

0 komentar:

Posting Komentar