Sabtu, 02 Juli 2011

Belajar Jadi Kolumnis, Simple Kok!

Oleh : Supadiyanto | 11-Sep-2008, 10:43:06 WIB
KabarIndonesia
 Hari Kamis 11 September 2008--pagi hingga sore ini; saya diminta menjadi salah satu pembicara Diklat Jurnalistik di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta yang bakal diikuti ratusan peserta. Sedang pada hari Ahad lalu, saya juga diundang menjadi pemateri Studium General (Kuliah Umum) di FIP Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam berbagai kesempatan dan acara semacam ini, saya cuman hanya membeberkan kiat jadi penulis artikel di berbagai koran.
Yakni bagaimana menjadi penulis artikel (kolumnis) yang baik, hingga karyanya bisa termuat di berbagai media cetak (koran0. Pagi ini juga, kebetulan tepat pada peringatan 7 tahun pasca Tragedi WTC; artikel saya berjudul; "Puasa dan Tragedi WTC" termuat di salah satu koran terbitan ibukota (Harian Umum Suara Karya).
Mungkin, khusus bagi para pembaca setia Harian Online ini; ingin saya beberkan materi yang nantinya akan saya koar-koarkan dalam acara Diklat Jurnalistik itu. Mungkin agak panjang juga materi ini, tapi nyantai saja yach!
Pertama, Soal Jalan Pintas Menjadi Kolumnis? 
Galibnya, mahasiswa  tak becus menulis di media cetak! Saya hanya ingin berbagi cerita singkat, saja. Kebetulan sekali---beratus-ratus karya tulis berupa artikel, puisi dan esai milik penulis pernah terpampang di puluhan media cetak nasional-lokal sekaliber Redaktur koran-sudah biasa; mungkin kalau mau dicatat sudah ratusan kali, bisa ribuan kali malahan. Soalnya, saya belum sempat menghitung.
Hobi menulis-secara iseng-penulis kerjakan sambil lalu sejak duduk di bangku SMA. Meskipun baru sedikit menyeriusinya semasa akhir SMA hingga detik ini. Hemat penulis-sejatinya profesi jadi penulis opini (artikel) bisa digeluti siapapun juga. Soalnya, membikin artikel yang menarik tidak harus dari coretan tangan lulusan jurusan Jurnalistik. Sembari kuliah okey, pun sembari bekerja di bidang lain-tidak jadi soal.
Bekerja jadi penulis opini (artikel) di berbagai media cetak-itu profesi yang gampang-gampang susah. Alias susah-susah gampang bin tidak sukar, mudah juga tidak. Tergantung dari sudut bidikan manakah Anda memandang. Kalau dari depan, jelas  rumit. Karena Anda mungkin tidak pernah kuliah di Jurusan Komunikasi. Jika dibidik dari samping atau belakang; tidak kalah rumit-sebab barangkali Anda belum pernah juga jadi wartawan profesional. Nah, kalau dibidik dari atas atau bawah, bagaimana?
Wah, repot juga jadinya; pasalnya Anda tidak mengenal barang seorangpun Redaktur opini di salah satu koran di kota Anda. Kalau sudah begitu, masih adakah kans untuk menjadi penulis artikel (kolumnis)? Adakah jalan pintas agar tulisan Anda langsung termuat di media cetak atau elektronik? Jangan khawatir begitu dong, itu semua bisa disiasati. Bisa dipelajari tahap demi setahap. Asalkan Anda tekun membikin tulisan, lantas rajin juga mengirimkannya di berbagai koran; dijamin tulisan Anda segera digandrungi banyak orang.
Status Anda sekarang mahasiswa, aktivis kampus apalagi? Seharusnya kaum intelektual kampus tersebut-karya tulisnya wajib termuat di berbagai koran. Gengsi dong, masak sudah mahasiswa (siswa yang maha, amat besar) tidak bisa bikin tulisan. Tapi ingat juga, sejak dahulu; banyak (lho) dosen yang tidak bisa bikin tulisan di koran? Sedang seorang profesorpun-yang merupakan gelar tertinggi dalam jenjang akademik-juga banyak pula yang bisa nulis di koran.
Jangan Dikira Dosen Lihai Menulis!
Di PT Jogja, justru mahasiswa UIN Sunan Kalijaga lebih banyak muncul dibandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa UGM, apalagi UNY. Dosennya juga hampir serupa demikian. Hanya segelintir dosen saja yang kerap menghiasi koran-koran ternama. Mercermati realitas sosial yang buruk di atas--penulis menduga-disebabkan oleh sekian faktor telak, yakni:
Satu, para mahasiswa dan dosen itu-tidak pernah barang sekalipun membuat tulisan. Lantas ini melahirkan alumnus yang tidak kritis dan cerdas.
Dua, mereka sudah kerap membikin tulisan namun tak pernah atau malas mengirimkannya ke media cetak atau elektronik. Ini melahirkan jenis akademikus yang ada di menara gading; syok serba "tahu".
Tiga, kalangan akademikus itu kerap membuat tulisan, lantas rajin mengirimkannya ke media massa; namun hingga kini belum pernah dimuat. Ini melahirkan orang yang pantang menyerah, tak gampang putus asa.
Empat, para intelektual kampus itu sering membuat tulisan dan mengirimkannya ke koran; karena berkali-kali ditolak mereka lantas putus asa. Dan akhirnya kapok hingga sekarang. Kelompok terakhir ini menjadi golongan orang-orang yang setengah hati, kurang sungguh-sungguh aktualisasi dirinya.
Lima,....(cari sendiri yach!)Tinggal pertanyaan mahapokoknya sekarang adalah; Anda termasuk dalam golongan yang manakah dari empat grup di atas? Semoga Anda minmal tidak termasuk dalam golongan yang pertama tadi.
Dua, Artikel itu Model Tulisan Bagaimana?
Kalau kita jeli mengamati tampilan sebuah koran-sebut saja KOMPAS misalkan-ada 2 jenis bentuk tulisan. Yakni jenis tulisan nonfiksi dan fiksi. Lebih spesifik lagi, jenis tulisan nonfiksi terfragmentasikan lagi atas tulisan berita, artikel dan feature, resensi serta iklan.
Sementara grup tulisan fiksi terdiri atas cerpen, cerber, puisi, karikatur dan lain sebagainya. Khusus dalam bahasan ini, penulis hanya bermaksud membahas mengenai ragam tulisan artikel (opini). Merujuk pada berbagai referensi, penulis dapat menyodorkan pengertian artikel yakni jenis tulisan berisi pendapat pribadi (intersubyektif) tentang pandangan terhadap problema teraktual, hangat di tengah masyarakat. Tulisan jenis artikel jelas ber-BEDA JAUH dengan karya ilmiah atau skripsi, tesis dan desertasi.
Galibnya-setiap koran, majalah, buletin maupun media online, meyediakan kolom khusus bernama Rubrik Opini. Rubrik ini memang sengaja diperuntukkan bagi umum (para penulis dari luar redaksi). Rubrik Opini berfungsi ganda dalam memberikan informasi dan kontrol sosial. Dalam hal ini-penulis opini (kolumnis) diberikan kebebasan dalam menganalisis problematika teraktual yang sedang dihadapi masyarakat.
Amat jelaslah, muatan isi tulisan artikel (opini) lebih bersifat intersubyektif, namun tetap mengedepankan unsur obyektivitas dan dalih ilmiah yang logis. Dikatakan artikel berbobot-pasti menawarkan solusi cerdas terhadap permasalahan yang dikupas penulis. Sejumlah surat kabar menamakan Rubrik OPINI bernama Rubrik Pendapat, Gagasan, Wacana, Forum dan sebutan lain. Penamaan antarkoran berbeda-beda, itu lebih didasarkan pada idealisme dan selera redaksi.

Artikel yang berbobot (berkualitas bagus) tersusun atas serentetan kalimat yang mampu menggugah perasaan dan kesadaran para pembaca. Benar, prinsip penulis itu identik seorang orator ulung.
Mampu membakar semangat audiens, bisa membuat sedih pendengar atau sebaliknya. Muara akhirnya-kemauan serta persepsi audiens menjadi sehati (sama) dengan apa yang diinginkan penulis itu. Untuk itu kepiawaian penulis artikel mengeksplorasi gaya bahasa bernilai sastra tinggi; modal utama bagi mereka yang berniat jadi kolumnis. Itu sebab, mengapa artikel amat beda dengan ragam karya ilmiah.
Struktur Naskah Opini, Apa Bedanya?
Secara keseluruhan anatomi (tata letak tubuh) naskah artikel terpetakan dalam tiga bagian besar. Bagian-bagian sentral tersebut terdiri atas pembukaan (pendahuluan), isi (tubuh) dan penutup (kesimpulan). Yang paling urgen dalam kupasan setiap artikel selalu mengutamakan pada masalah-masalah teraktual, bersifat kekinian, kebaruan-apalagi yang sedang hangat dipolemikkan.
Dalam sebuah buku karya Markus G. Subiyakto yang berjudul "Kiat Menulis Artikel" (1993; 14), dia menjelaskan beberapa kerangka penuntun bagi penulis pemula untuk mempermudah pembuatan artikel. Paling tidak, dalam buku tersebut Markus menyodorkan 8 parameter yang bisa dijadikan pegangan pokok bagi Anda yang berkeinginan menjadi kolumnis andal. Delapan pegangan dasar bagi penulis artikel itu, al:
  • Apa topik tulisan Anda.
  • Bentuk tulisan macam apa yang Anda inginkan.
  • Masalah apa saja yang kira-kira sudah diketahui pembaca.
  • Informasi-informasi baru apa saja yang akan ditulis dan apakah bisa selintas dijelaskan mengapa hal itu terjadi.
  • Pancing perhatian pembaca dengan kalimat-kalimat yang menarik.
  • Tulis dengan gaya yang hidup, pilih kata-kata yang sudah dikenal, pilih kata kerja yang menunjukan kesan gerak serta buat kalimat yang efektif.
  • Buat alur pembicaraan atau pembahasan yang mengalir dalam tulisan itu melalui pergantian alinea demi alinea.
  • Pilih kata penghubung yang menarik antaralinea.
Agar lebih sempurna lagi untuk menjadi penulis artikel yang mumpuni-saran penulis-harus rajin membaca banyak artikel penulis lain, yang lebih senior. Langkah ini dimaksudkan agar bisa memperbandingkan gaya-gaya tulisan antarpenulis artikel. Asanya, agar Anda bisa sesegera mungkin menemukan gaya tulisan pribadi.
Perlu diingat pula, karya tulis jenis artikel tidak terpaku pada pemakaian bahasa baku-layaknya sebuah laporan hasil penelitian. Menurut Sutirman Eka Wardana dalam buku bertajuk "Jurnalistik Dakwah" (1995; 35), artikel bukanlah karya fiksi. Tetapi artikel termasuk karya FAKTUAL (ilmiah populer).
Konsekuensi logisnya, penulisan artikel (model opini) wajib mematuhi logika logis yang dapat dipertanggungjawabkan keberadaan dan kebenarannya. Penulis artikel yang mumpuni-terpacak dari uraian pemakaian bahasa jurnalistik yang runtut. Kiat membuat kalimat dan alur berfikir yang runtut dapat terlatih dari hasil latihan-yang tidak kenal lelah.
Semakin banyak membaca dan menulis artikel, bakal membuat penulis mampu membuat ritme pembahasan yang mengalir-bak aliran Sungai Bengawan Solo atau Sungai Brantas. Sementara itu, wartawan kawakan sekaliber Rosihan Anwar dalam bukunya berjudul: "Bahasa Jurnalistik" (1984; 13) pernah memberikan patokan standar dalam menulis karya jurnalistik; yaitu harus mematuhi aturan pokok di bawah ini:
  • Menggunakan kalimat-kalimat pendek.
  • Menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
  • Menggunakan bahasa sederhana dan jelas pengutaraannya.
  • Menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.
  • Menggunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan pasif.
  • Menggunakan bahasa kuat dan padat.
  • Menggunakan bahasa positif, bukan negatif.
Idealnya, untuk membuat sebuah artikel yang bagus-hendaknya kupasan persoalan yang dibahas sang penulis harus memiliki relevansi dengan bidang keahlian yang dimilikinya.
Kemampuan penulis artikel menampilkan informasi-informasi terbaru dalam sebuah artikel merupakan faktor ESENSIAL. Daya tarik sebuah opini-salah satu pusatnya-terletak pada sajian informasi terbaru yang diwacanakan penulis. Semakin baru informasi yang ditampilkan, umumnya jarang pula penulis yang mengupas tentang tema tersebut. Berdasarkan analisis jurnalistik, jenis tulisan macam inilah yang "dirindukan" pihak redaksi koran-koran ternama.
Amat jelas pula, penulis artikel yang tidak bisa menampilkan wacana dan informasi baru-dalam kupasan karya tulisnya-menunjukkan secara kasat mata bahwa artikel tersebut kurang berbobot alias tidak bermutu. Imbas panjangnya, redaktur opini bakal sungkan menerima jenis tulisan seperti ini.
Guna mengantisipasi agar penulis artikel selalu menawarkan informasi terbaru, wajib hukumnya bagi mereka selalu tekun mengikuti perkembangan terkini-dengan rajin membaca banyak referensi. Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas, tampak cukup mudah membuat artikel (opini) yang berkualitas bagus. Artinya, Anda semua bisa menjadi kolumnis-dalam waktu dekat ini. Sebab utamanya, kini profesi kolumnis amat menjanjikan bagi masa depan penulis. Penyebab lain, honor yang didapatkan para penulis dari redaksi koran cukup lumayan untuk sekedar bertahan hidup. Menarik bukan?
Bikin Opini Menarik, Pasti Gampang Dong!
Galibnya para penulis pemula terbentur dengan persoalan di atas. Mereka umumnya terkendala pada masalah fundamental ini, yakni tak kuasa menjawab bagaimanakah membuat artikel agar menarik perhatian redaktur? Baiklah, pertanyaan ini bakal penulis jawab dengan menguraikan beberapa sub item di bawah ini.
Menurut pendapat penulis pribadi, untuk membikin tulisan yang penuh "kejutan", isi artikel berbobot namun orisinalitas karya tulis tetap terjamin; para calon penulis artikel (kolumnis) bisa saja menerapkan tujuh langkah strategis berikut ini:
One, temukan IDE (gagasan) baru terkait tulisan
  • Two, pilih judul tulisan yang bombastis
  • Three, cari lead yang kuasa memancing rasa penasaran
  • Fourth, Buat trik analisis artikel yang memukau pembaca
  • Five, kedepankan orisinalitas tulisan
  • Six, buat pengantar surat artikel yang persuasive
  • Seven, kenali karakter dan teknis pengiriman artikel
Kode Etik Jagat Tulis-Menulis:
  • Tidak mengirimkan tulisan (karya tulis jenis apapun) yang sama kepada sejumlah media massa dalam waktu bersamaan.
  • Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan EYD.
  • Materi dan gagasan penulisan tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD '45 dan peraturan negara lainnya.
  • Isi tulisan tidak memojokkan kerukunan beragama, diskriminasi gender serta menyinggung kepentingan SARA.
  • Setiap penulis wajib bersikap jujur terhadap karya tulisnya dengan selalu menyebutkan sumber referensi bila mengutip karya orang lain.
  • Mengirimkan tulisan dengan ketikan rapi tanpa banyak kesalahan serta mematuhi garis kebijakan redaksi yang ditetapkan masing-masing surat kabar.
Jadi Kolumnis, Populer dapat Honor lagi!
Kurang lebih sebulan lalu, tepatnya medio Agustus 2008-penulis diundang jadi salah satu instruktur Diklat Jurnalistik di lingkungan TNI AD. Diklat yang diikuti 80-an perwira TNI AD dari berbagai kesatuan di Tanah Air ini berlangsung meriah di Gedung Serba Guna TNI AD Jln Kramat Jati Jakarta Timur.
Rupa-rupanya, para petinggi TNI kini menyadari pentingnya menulis bagi mereka. Bukankah bila TNI saja getol belajar menjadi penulis, menjadi sindiran bagi warga sipil yang bermalas-malasan tidak berminat jadi penulis? Ini juga pengalaman menarik. Awal Juni 2008 lalu, ber-TKP di sebuah PTN ternama di Jogja; penulis juga diundang jadi pemoderator Workshop Jurnalistik&Penulis-yang luar biasa, benar!
Bukan saja pematerinya para Pemimpin Redaksi serta penulis senior seperti Octo Lampito (Pimred Harian Kedaulatan Rakyat), Anggit Noegroho (Pimred Harian Joglo Semar), YA. Sunyoto (Pimred Harian Jogja), Achmad Munif (Novelis-Dosen), Hamdan Daulay (Kolumnis-Dosen UIN Suka Jogja) dll-melainkan lebih karena ratusan peserta berbagai kota berjubel di sana. Ternyata tujuan mereka cukup satu, saja. Agar bisa jadi PENULIS populer atau menjadi WARTAWAN. Kelebihan menjadi penulis artikel adalah peluang tulisan kita bisa termuat hampir setiap hari. Pasalnya, setiap koran menyediakan kolom khusus bagi tulisan jenis artikel. Kolom tersebut bernama Opini, Wacana, Forum, Gagasan dan sebutan lainnya. Apalagi jumlah koran yang beredar di Indonesia ada ratusan jumlahnya. Bukankah itu menjadi peluang emas bagi para penulis artikel? Kelebihan lain yakni, para penulis artikel (kolumnis) akan cepat dikenal orang (populer).
Tidak itu saja, ada honor dari redaksi yang siap ditransfer ke rekening pribadi Anda; bila tulisan Anda termuat. Meski tidak ada jalan pintas lain menjadi kolumnis jempolan kecuali bermodal ketekunan saja. Merujuk lagi pada pengalaman penulis pribadi serta para penulis senior, kegiatan menulis bukan saja melatih kepekaan INTELEKTUAL (rasional) an sich. Ada tiga kepekaan lain yang turut terasah yakni kecerdasan spiritualitas (MORAL), instingtif (INTUITIF) dan mobilitas motorik (FISIK).
Tertarikkah Anda semua-yang ganteng dan cakep ini-kian cerdas dan lihai menjadi penulis-khususnya jadi penulis artikel atau opini (kolumnis)?Jujur saja, detik ini, perkembangan dunia informasi kian berkembang amat pesat. Berkat piranti teknologi serba canggih menyebabkan ruang dan waktu-tak berjarak lagi. Media massa cetak (koran) dan elektronik yang berjubel di negeri berpenghuni 224 juta jiwa ini-salah duanya-merupakan induk semang pusat informasi dunia.
Apalagi terdapat ratusan koran, majalah, buletin, media online, stasiun radio dan teve di Tanah Air, kian menambah marak akselerasi perkembangan IPTEK itu. Cukup dari sanalah, kita bisa memantau perkembangan situasi-kondisi secara mendetil tiap inchi tiap daerah. Praktis, barang siapa memiliki banyak "bank informasi", dapat dipastikan merekalah yang bakal menguasai peradaban manusia. 
Hanya buruknya, selama ini yang terjadi-mayoritas pembaca, pemirsa dan pendengar (audiens)-lebih banyak menjadi obyek informasi itu. Belum berposisi sebagai subyek informasi. Artinya, audiens hanya menjadi penerima informasi dari beragam media, pihak pasif. Padahal idealnya, mereka wajib menjadi audiens yang serba aktif, cerdas; mampu menjadi pembuat informasi sebagai feed back atas informasi yang dilontarkan beragam media massa itu. Bagaimana, Anda tertarik menjadi kolumnis--populer segera? Semoga bermanfaat bagi Anda! (*)

Referensi: Sebagian tulisan ini diadopsi dari buku karya saya pribadi berjudul; "Jadi Penulis Handal Modal Dengkul (Taktik Jitu Menulis Opini di Berbagai Koran)", Intramedia Press, Sukoharjo-Jawa Tengah, Juni 2008
Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: www.kabarindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar