Kamis, 16 Juni 2011

Keadilan yang tergadaikan

Dimuat solopos, mimbar mahasiswa 
Edisi : Selasa, 14 Juni 2011 , Halaman : 4

Banyak kalangan di masyarakat menyatakan keadilan di negeri ini telah dibeli, digadaikan, kepada pemegang kekuasaan. Sudah menjadi rahasia umum, para aparat penegak hukum di negeri ini bobrok dan noralnya memrihatinkan.
Masyarakat sinis dan mengeluh akibat banyak oknum hakim memenangkan pejabat, penguasa dan orang berduit dalam beperkara di pengadilan.

Jabatan sebagai amanat rakyat sudah diselewengkan dengan melakukan berbagai pelanggaran rambu-rambu hukum dan etika. Akan sampai kapan bangsa ini terus menerus dihantam badai korupsi, kecurangan, penipuan, pemalsuan dan sebagainya?

Masyarakarak bukannya menjadi sejahtera, malah kebalikannya semakin jauh dari makmur, sentosa atau gemah ripah loh jinawi. Tragedi seperti ini ironisnya seperti mendapat restu pemegang kekuasaan.

Bagaimana tidak? Kasus yang mendera para pejabat negara seakan sulit untuk diadili apalagi dijatuhi hukuman. Benar-benar tragedi bagi bangsa yang baru merangkak menuju kemajuan. Bukan kemajuan yang didapat, malah kemunduran telak yang didapat.

Bisa dikatakan begitu sangat timpang praktik penegakan hukum yang dirasakan masyarakat pada umumnya. Kasus pencurian beberapa buah jagung berujung pada sel yang begitu dingin dan mengerikan. Pencuri ayam tidak jarang babak-belur meregang nyawa. Polisi tinggal diam dengan alasan polisi kalah cepat dengan massa. Keadilan dan kebenaran tampaknya hanya milik yang punya uang. Pedang hukum hanya tajam saat berhadapan dengan rakyat biasa, tetapi tumpul ketika menghadapi penguasa dan orang berduit.

Dari hulu ke hilir

Tak salah jika banyak orang mengatakan pemerintah sangat buruk dan tebang pilih dalam menyelesaikan kasus korupsi. Tidak akan pernah selesai apabila MA sebagai lembaga yang seharusnya menjadi motor penggerak penegakan hukum masih kotor dan ikut-ikutan melakukan praktik perjokian dan menjadi mafia hukum.

Menurut hemat saya, MA harus mulai melihat kondisi rumah tangganya sendiri sebelum bertindak lebih jauh. Selain kelakuan hakim banyak yang bobrok, oknum jaksa dan polisi juga melakukan permainaan hukum dengan melakukan pemerasan dan menerima suap. Hal ini imbas dari ketidaktegasan para pejabat yang lebih tinggi atau berwenang untuk mengusutnya.

Politik telah menjadi panglima dalam penegakan hukum. Kalimat ini membuat masyarakat semakin menjerit dengan segala ketimpangan yang sedang dipraktikkan para pemegang kekuasaan. Seakan bermain sandiwara, mereka bersama kroni-kroninya menjalankan skenario yang sudah jauh-jauh hari disusun dengan rapi.

Keadilan menjadi hak mereka yang dekat dengan kekuasaan. Keadilan hanya bagi mereka yang mau menjilat dan bermain politik. Keadilan untuk mereka yang berani menggelontorkan sejumlah uang di bawah meja hakim.

Seolah tidak ada jalan lain untuk memperkaya diri, mereka memilih untuk menelikung uang rakyat dari menyelewengkan pajak serta menjadi makelar kasus. Politisi santun, pejabat jujur, hakim yang adil seolah-olah menjadi barang langka di negri ini. Kejujuran, keadilan dan sopan-santun sudah tergadaikan oleh mereka.

Terkait tragedi moral dan etika yang sedang mendera bangsa ini, KPK jangan hanya diam jadi penonton. KPK harus menjadi aktor utama dalam pemberantasan korupsi, suap dan kasus-kasus lain yang berakibat kepada kerugian negara.

Persiden SBY jangan hanya bilang berdiri di depan tetapi dalam segi praktisnya nihil atau politik bakul jamu saja, besar di mulut khasiatnya nol. KPK yang pada saat ini menjadi lembaga pemberantasan korupsi harus lebih gesit dan berani mengatakan serta bertindak.

Independensi adalah harga mati dan korupsi harus dibasmi. Itu tugas pokok komisi ini. Tentu, semua itu tanpa dukungan masyarakat dan pemerintah tidak akan bisa terwujud. Oleh sebab itu, semua lembaga hukum tentu harus mulai melakukan ruwatan massal terhadap jajarannya agar terhindar dari bahaya makelar kasus dan suap.

Pemerintah harus benar-benar memperhitungkan aspek manfaat, transparansi dan efektifitas serta pemberdayaan atas segala bidang demi kredibilitas jajarannya. Penanaman moral dan nilai-nilai sopan-santun, kejujuran, hormat-menghormati dan sebagainya sejak dini harus diberikan kepada anak sehingga ketika dewasa bisa mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dengan mempertimbangkan kebersamaan, keberagaman dan keharmonisan serta kemajuan nusa dan bangsa. - Oleh : Agus Mulyadi Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Fakultas Agama Islam UMS

0 komentar:

Posting Komentar