Senin, 30 Mei 2011

IKHWANUL MUHAMMADIYAH Reaksi kritis atas sebuah Ideologi baru

Oleh: Agus Mulyadi

Pendahuluan
            Isu bahwa banyak dari warga persyarikatan Muhammadiyah “mendua” dengan salah satu organisasi politik islam menjadi bahan perbincangan di dalam tubuh Muhammadiyah. Kegelisahan tersebut bukan tidak beralasan. Melihat realitas- realitas yang akhir- akhir ini muncul, memaksa organisasi islam tersbesar di Indonesia ini berbenah. Melakukan koreksi menyeluruh di dalam tubuh persyarikatan menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar.
            Salah satu kecenderungan yang terlihat adalah banyaknya anggota persyarikatan yang telah “mendua”  dengan organisasi lain, yang mana mereka ternyata lebih loyal terhadapnya daripada Muhammadiyah sebagai induk organisasi yang telah melahirkan dan membesarkannya.
            Ironi yang terlihat ini dirasakan sangat merugikan Muhammadiyah, dikarenakan tidak sedikit dari anggotanya yang direkrut begitu saja sehingga terkesan tidak mau bersusah payah dalam melakukan kaderisasi. Bisa disebut dengan istilah kader instant meminjam istilah Haedar Nashir. Muhammadiyah yang mendidik dan mengkader anggotanya selama bertahun- tahun mereka dengan seenaknya mengambil dan parahnya anggota tersebut dalam praktik keorganisasiannya lebih loyal terhadapa organisasi politik islam yang menjadi selingkuhannya itu dan menimbulkan kesan mereka hanya mengambil keuntungan dengan keberadaannya di dalam keanggotaann Muhammadiyah.
            Sebagai seorang kader Muhammadiyah yang masih aktif merupakan hal yang sangat wajar apabila Miftachul Huda kemudian menyusun sebuah buku sebagai sikap kritisnya atas realitas yang ada di dalam keorganisasian Muhammadiyah. Dia beranggapan bahwa kehadiran partai politik ini (PKS) dirasakan sangat meresahkan induk organisasi yang telah membesarkannya yaitu Muhammadiyah.
            Ibarat sebuah tanaman, Muhammadiyah yang menyemai benih namun PKS/ gerakan Tarbiyah diindonesia ini yang memanennya. Alasanya tidak lain adalah kader- kader mereka ternyata banyak yang diambil dari anggota/ kader Muhammadiyah.
            Bukan bermaksud untuk melakukan pembelaan dalam hal ini, namun pembaca juga merasa bahwa organisasi massa Islam ini dari awal memang sudah mencetuskan diri untuk tidak aktif dalam politik praktis. Maka daripada itu menurut hemat pembaca menjadi hal yang wajar apabila respon yang muncul ke permukaan terkesan seperti sebuah perlawanan. Hal ini dikasebabkan oleh system perkaderan yang sifatnya instant tersebut juga dilator belakangi sebuah ideology/ paham yang sebenarnya berbeda dengan Muhammadiyah, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan sebuah purifikasi ideology dalam tubuh Muhammadiyah dari paham/ ideology gerakan tarbiyah yang diusung oleh partai keadilan sejahtera atau PKS.
            Kemudian selanjutnya, hubunganya dengan Muhammadiyah adalah amal usaha yang dimiliki bisa dikatakan sangat banyak dan sukses di berbagai bidang. Amal usaha tersebut sudah selayaknya menjadi lahan garapan bagi para kader/ anggota Muhammadiyah, namun dalam hal ini sangat disayangkan karena dalam tataran aplikasinya aktifitas di dalam ruang lingkup amal usaha tersebut ternyata banyak mengambil tenaga dari luar anggota Muhammadiyah. Sehingga tidak sedikit dari kder- kder persyarikatan yang merasa tersisih dan pada akhirnya menimbulkan sikap apatis dan ketidak pedulian dari para kader. Apalagi ketika ditelusuri ternyata banyak juga mereka yang bekerja di dalam ruang lingkup amal usaha muhammadiyah juga aktif di keorganisasian di luar Muhammadiyah. Akibat dari pada itu semua adalah kekurang profesionalan dan kekurangsungguhan dalam menjalankan tugas yang terlihat. Ketakutan- ketakutan itu semakin memuncak ketika banyak daripada pekerja yang mengais ma’isah di dalam amal usaha Muhammadiyah karena bukan didasari semangat menhidupi persyarikatan akan menyimpang dan merugikan organisasi.
            Hendaknya semua kader mulai berfikir bagaiman caranya mengidupkan organisasi persyarikatan ini dengan sungguh- sungguh mencurahkan perhatian dan kemampuannya untuk kemajuan organisasi. Bukan malah mencari kehidupan dari organisasi ini. Karen bukan tidak mungkin Muhammadiyah akan tinggal kenangan jika setiap anggotanya sudah tidak lagi peduli terhadap khittah perjuangan organisasi ini. Ibarat sebuah virus penyakit yang diderita di dalam tubuh organisasi menurut Miftachul Huda ini bisa dibilang cukup parah dan harus segera dicarikan formula yang pas atau cocok untuk mengantisipasinya. Tidak ada kata lain bagi Muhammadiyah kecuali melakukan peremajaan atau reformasi di dalam tubuh organisasi ini. Sehingga Muhammadiyah akan segera bangkit dan berjalan tegak serta terhindar dari gerakan- gerakan yang ingin mencemari ideology yang diusung oleh para pendahulunya. Fastabiqul khairat. 
           
           
           

0 komentar:

Posting Komentar