Senin, 30 Mei 2011

Pluralisme Dan Masa Depan Keberagamaan Bangsa

Oleh : Agus Mulyadi*

"...Agama itu untuk Tuhan, sedangkan politik dan negara itu milik semua bangsa...". dari penggalan kalimat tersebut tersirat pesan bahwa umat beragama, suku bangsa, dan kelompok atau etnis pada saat ini sedang mengalami sebuah goncangan yang dahsyat. Goncangan yang bisa saja menhancurkan sendi- sendi keberagaman dalam sebuah bangsa. Dinamika dan pergolakan arus politik dalam sebuah bangsa bisa menyulut perpecahan. Dan pada akhirnya kerukunan, ketentraman dan harmonisasi dalam sebuah bangsa yang plural ikut merasakan biasnya.
Sebagai sebuah permisalan, bangsa palestina adalah agama yang dihuni oleh banyak kelompok dan golongan, namun mereka bisa hidup berdampingan, rukun, saling menghargai antara satu dengan agama lainya. Jika terjadi konflik yang memecah belah mereka tidak lain adalah konflik yang didasari atas pergolakan politik dan dinamika perpolitikan bangsa. Meskipun ada beragam keyakinan, namun masyarakat Palestina memiliki kesepakatan untuk menghargai setiap agama. Contohnya, setiap tiba hari raya Idhul Fitri maupun hari raya agama lainnya, semua masyarakat Palestina sepakat untuk ikut merayakannya secara bersama-sama. Maka daripada itu akan menjadi sebuah ironi jikalau kita sebagai bangsa yang berasaskan pancasila yang plural dan beragam menjadi cerai berai karena kurangnya nilai- nilai toleransi, hormat menghormati, saling menghargai antara agama yang satu dengan yang lainya.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam suku, etnis, ras, budaya, dan agama (keyakinan). Kondisi social yang demikian rupa akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja jika tidak disikapi dengan nilai- nilai toleransi, saling menghargai, dan menghormati. Kondisi ini pun ternyata sudah dipikirkan masak- masak oleh funding fathers bangsa ini dengan merumuskan sebuah asas atau dasar Negara yang menjunjung tinggi keberagaman. Dari sabang samapi merauke ada jawa, sunda, sumatera, irian jaya, hindu, islam, budha, Kristen semuanya berada dibawah satu paying tidak lain adalah “Indonesia”.
Pola keberagaman yang humanis
Keragaman agama dan budaya yang tidak disikapi dengan semangat perdamaian telah menimbulkan konflik yang tak berkesudahan. Satu sama lain umat beragama atau sekelompok umat dalam suatu agama ingin mendominasi kelompok lain. Perbedaan paham keagamaan dan orientasi politik menjadi sumber konflik di tengah-tengah umat beragama. Sebagian kelompok umat beragama lebih berambisi untuk membanyak jumlah pengikut, daripada meningkatkan kualitas jamaah yang sudah terorganisir. Padahal, meningkatkan kualitas umat, menurut Dr. KH. Tarmizi Taher, jauh lebih penting daripada memperbanyak jumlah.
Memang dirasa benar dan penting untuk direalisasikan bahwa peningkatan kualiatas keimanan atau keberagamaan dalam beragama dalam sebuah bangsa yang beragam agama dan kepercayaan seperti Indonesia. Semua elemen harus ikut berpartisipasi aktif dalam hal ini guna mencapai suah tujuan bersama kedamaian hidup yang diidam- idamkan sejak lama.
Dalam dunia yang semakin menjadi “big village” ini kata beliau, dapat dikatakan tidak akan ada damai di dunia tanpa damai antarumat beragama. Sudah masanya pula “mutual respect” antar umat beragama kita tumbuhkan dan kembangkan. Sudah bukan masanya lagi dalam era globalisasi, dakwah agama diarahkan kepada keserakahan memperbesar jumlah umat, tapi yang lebih penting adalah kualitas umat. Keserakahan adalah kata kunci malapetaka dalam politik, ekonomi, dan dakwah agama.
Kualitas keberagamaan seseorang bisa dipupuk dan dibangun melalui segala kegiatan dan peribadatan yang dilakukan selalu memperhatikan aspek kemaslahatan umat. Artinya dalam kondisi apapun dan kapanpun seseorang yang mempunyai kuaitas keimanan dalam beragama akan selalu memperhatika aspek tersebut. Nilai- nilai kemaslahatan bisa didapat dari sikap saling menghormati, toleransi, dan menghargai anatara agama yang satu dengan yang lain. Karena memang berbeda tidak untuk saling memusuhi namun berbeda menjadi sebuah rahmat bila saling memahami dan menghargai. Karena bangsa yang maju akan selalu menghargai perbedaan karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan.
Dan oleh karena itu, para dai dan agamawan perlu mengembangkan pola keberagamaan yang humanis dan inklusif. Pola keberagamaan ini menganjurkan dan memelopori terciptanya sebuah pola keberagamaan yang mengakui kebenaran agama lainnya. Menurut paham ini, setiap agama mengandung unsur-unsur nilai perenial (abadi) yang ditujukan sebagai jalan keselamatan bagi para pemeluknya. Nilai perenial itu antara lain adalah: keadilan, persaudaraan, hormat menghormati, kerjasama, dan saling menghargai. Antarpemeluk agama hendaknya saling memupuk dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan yang luhur tersebut.
Dari perenungan terhadap keberagamaan yang sedemikian variatif dan bahkan bersifat subyektif tersebut, maka kiranya tidak perlu masing-masing orang mengaku bahwa dirinya berada pada posisi yang paling benar dan kemudian menyalahkan pihak lain. Tugas sebagai pemeluk agama tidak menilai atau mengoreksi keberagamaan orang lain, melainkan masing-masing diri dituntut untuk saling berwasiat dengan sesama tentang kebenaran dan kesabaran, serta selalu berusaha meraih tingkat yang terbaik. Sedangkan yang tahu, tentang siapa yang paling sempurna keberagamaan seseorang, hanya Allah swt. sendiri. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar