Sabtu, 16 Juli 2011

Produktifitas Karya Bukti kesuksesan Seseorang

Oleh: Agus Mulyadi

Mumpung masih muda banyak- banyaklah berkarya” ucapan ini serasa akrab di telinga. Semenjak masih aktif di dalam organisasi mahasiswa. Pesan itu sering terdengar ketika penulis berada didalam suatu diskusi internal organisasi dan pada saat bergumul dengan teman- teman organisasi. Semenjak itu kemudian penulis pun mulai mencari- cari apa sebenranya maksud dibalik pesan itu.
Secara sekilas memang pesan itu tidaklah sulit untuk dicerna dan memang sangatlah mudah untuk dimengerti, namun ternyata dalam mengaplikasikannya tidak semua orang bisa. Orang sering terjebak dalam paradigma kesuksesan yang berupa angka kuantitatif pada buku rapor atau ijazah, padahal bila dikaji lebih dalam lagi ada yang lebih urgen dari itu semua yakni produktifitas karya.
Jangan lupa status maha yang disematkan didalam kata Maha-siswa harusnya dipahami sebagai bentuk dorngan dan motivasi lebih untuk membuat berbagai macam buah karya yang tentunya berguna bagi masyarakat. Sebab mahasiswa tanpa sebuah karya mengindikasikan adanya kemandegan dalam tubuh institusi. Maka ketika muncul pertanyaan bagaimana cara tepat untuk mengukur kesuksesan seseorang ?jawabannya adalah “Produktifitas karya”.
Seseoarang dikatakan mempunyai nilai lebih sebab ia bayak berkarya, seorang akan dikenang oleh masyrakat luas karena sebuah karya, dan seorang menjadi lebih unggul dalam segala hal tidak lain juga karena adanya sebuah karya yang dihasilkan. Hal itulah yang menjadi tolok ukur produktifitas dan suksesnya seseorang. Bagaiman menghasilkan sebuah karya?
Yang pertama seorang harus segera mencari apa potensi yang terkandung didalam dirinya. Kelebihan- kelebihan tersebut lalu diasah dan dilatih sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah karya. Tentunya dalam hal ini lembaga pendidikan seperti kampus dan sekolah mempunyai peran besar untuk mengembangkan potensi anak didik. Karena memang salah satu tugas utamanya adalah mencari dan mengembangkan bakat anak didik. Potensi itu tidak hanya bias diasah di dalam ruangan kelas saja, namun bisa juga dilatih melalui keaktifan didalam penelitian, keorganisasian seperti UKM bagi mahasiswa, Koperasi, maupun organisasi- organisasi eksternal lainnya. Karena organ- organ tersebut sangat efektif sebagai wadah penggemblengan dan pengasahan potensi anak didik sehingga menjadi manusia- manusia yang unggul dan produktif dalam berkarya.

Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Tarbiyah
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Rabu, 13 Juli 2011

Ospek Asyik dan Menyenangkan Dambaan Mahasiswa/ Siswa Baru

Oleh: Maria Ulfa
“Mikul dhuwur mendhem jero” setiap mahasiswa/ siswa harus mempunyai rasa tanggung jawab dan integritas yang tinggi setelah mengikuti kegiatan orientasi yang diadakan sekolah atau kampus. Adalah salah satu tujuan dari diadakannya kegiatan orientasi mahasiswa/ siswa. Selain juga pembekalan dan pengenalan dunia akademik kampus dan sekolah. Pesan diatas dirasa penting juga untuk disematkan didalam kegiatan ospek baik tingkat kampus maupun sekolah.
Bagaimanakah cara pengemasannya? Tergantung kreatifitas panitia kegiatan ospek sendiri. Semakin kreatif panitia akan semakin menambah meriah dan asyik yang tentunya orientasi siswa/ mahasiswa tidak menjadi momok yang menjenuhkan dan menjengkelkan dikarenakan semua peserta merasa nyaman dan kerasan dengan kegitan tersebut.
Dalam debat sebelumnya banyak membicarakan pesan- pesan moral agar dimasukan kedalam agenda kegiatan orientasi namun sebenarnya prinsip dari kesemuanya itu adalah prinsip partnership yang penuh keakraban dan juga prinsip kenyamanan sehingga semua peserta dibuat betah dan asyik menikmati prosesi dari kegiatan tersebut.
Tentunya juga nilai- nialai seperti sopan santun, menghormati orang lain, dan bertanggung jawab juga harus diperhatikan. Dalam pengemasan kegiatan ini panitia paling tidak sudah mempunyai bekal keinstrukturan yang baik dan wawasan yang bisa dibilang mencukupi dikarenakan peran panitia dalam kegiatan ini sangat urgen dan erat kaitannya dengan kelancaran jalanya aktifitas dan efektifitas kerja.
Jauh hari gambaran kegiatan bisa didesain sedemikian rupa disesuaikan dengan kebutuhan dan tentunya melihat kemampuan dari kepanitian sendiri. Khusus untuk team pendamping dan team penyusun materi harus benar- benar dibekali dengan keinstrukturan kalau perlu diadakan kegiatan gladi resik lima atau tiga hari sebelum kegiatan dilaksanakan.
Dalam mendesain kelas sebisa mungkin mengutamakan tingkat kenyamanan peserta orientasi demi kelancaran kegiatan. Selain itu juga diharapkan pendamping kelas, moderator seminar, dan pemateri kalau perlu dicarikan sesuai orang yang memang sudah berpengalaman didalamnya, sehingga berbagai kreatifitas seperti esbriking dapat muncul didalam kelas. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jikalau peserta sudah terlihat atau merasa gerah, gelisah, hingga membosankan. Sebisa mungkin hal yang demikian tidak diketemukan dalam jalannya kegiatan sebab akan mengganggu jalannya kegiatan orientasi.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Hukum Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nasib Pahlawan Devisa dipersimpangan

Oleh: Agus Mulyadi

Tragis dan menyayat hati, Kasus kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia hingga saat ini tak kunjung selesai. Ternyata amanat undanng- undang belum juga dapat terealisasikan secara komprehensif. Usaha pemerintah dengan membentuk BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perindungan Tenaga Kerja Indonesia) pun masih kurang terasa implikasinya. Masih saja muncul kasus- kasus kekerasan yang tak jarang merenggut nyawa. Kasus yang baru- baru ini terjadi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah dalam hal ini ternyata masih lemah atau sangat kurang. 
Masyarakat seakan terlena dengan pidato SBY pada Sidang ILO ke-100 pada 14 Juni lalu tentang sudah berjalannya mekanisme perlindungan pada tenaga kerja Indonesia. Namun seakan semua itu lenyap begitu saja dengan adanya kabar seoarang tenaga kerja yang bernama Ruyati binti Sapubi yang telah dijatuhi hukuman pancung di Saudi Arabia.
Ruyati adalah salah satu dari sekian ribu tenaga kerja kita yang mengadu nasib jauh dinegri orang. Berharap kehidupan sosialnya akan lebih maju dan sejahtera namun ternyata harapan itu tak berbanding lurus dengan kenyataan. Ruyati tersandung kasus pembunuhan terhadap majikannya. Vonis mati pun pada akhirnya diberikan kepadanya yakni hukum qishas (hokum yang setimpal dengan perbuatannya).
Terlepas dari semua itu, benarkah Ruyati dalam melakukan hal itu dengan didasari unsur kesengajaan? Atau terpaksa dengan alasan pembelaan diri terhadap penganiayaan yang sering ia terima tatkala bekerja disana?. Hal ini seharusnya menjadi bahan kajian terlebih dahulu sebelum vonis hokum dijatuhkan.
Pemerintah dalam hal ini seakan kurang lihai atau pun malah kurang tahu. Atau malah tidak mau tahu yang penting sumbangan devisa tetap mengalir?. Patut disayangkan karena melulu pemerintah kecolongan. Padahal seharusnya sudah jauh- jauh hari upaya perlindungan hokum diberikan kepada tenaga kerja Indonesia. Upaya tersebut diberikan demi kenyamanan dan keselamatan kerja mereka. “Malang tak dapat ditolak” itulah nasib yang harus diterima Ruyati salah satu dari Tenaga Kerja Wanita kita yang terjerat kasus pembunuhan majikannya. Bagaimanakah dengan nasib para Tenaga Kerja Lainnya??

Sidak” Bagi Lembaga Penyalur Tenaga Kerja
Hampir rata- rata nasib pekerja kita yang berada diluar negri kurang mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia. Hal ini bisa jadi karena memang pemerintah kurang focus dalam menangani permasalahan ketenaga kerjaan. Sebut saja kasus Kikim Komariah yang jasadnya ditemukan di tong sampah hingga kini belum jelas kasus hukumnya, Sumiati yang disiksa majikannya di madinah Saudi Arabia juga hanya menyisakan pilu dan menyesakkan dada.
Banyaknya penyalur- penyalur tenaga kerja illegal disinyalir sebagai biang kerok permaslahan ketenaga kerjaan. Namun hal ini seharusnya menjadi bukti kurangnya pengawasan dan upaya selektif dari pihak pemerintah. Maka dari itu Inspeksi mendadak “Sidak” bukan satu hal yang tidak mungkin jika melihat kondisi tenaga kerja kita seperti sekarang ini.
Langkah tersebut dirasa tepat untuk mengurangi angka atau junmlah tenaga kerja kita yang sebenranya kurang memenuhi standard untuk bekerja diluar negri. Namun dengan banyaknya penyalur illegal akhirnya mereka bias bekerja di luar negri. Penyalur- penyalur gelap seperti ini seharusnya segera ditindak lanjuti supaya masyarakat kita tidak dibohongi dan benar- benar terjamin keselamatan dan kesejahteraannya. Hal ini juga dilakukan untuk menjaga ketenangan pihak keluarga yang ditinggal bekerja
Selain itu langkah untuk mengurangi tingkat kekerasan yang dirasakan oleh pekerja mengutip dari ucapan presiden Union Migran (UNIMIG) Indonesia, Muhammad Iqbal, “pemerintah harus mengurangi peran swasta dalam pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri”. Langkah tersebut dinilai sangat penting untuk memudahkan pengawasan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Lagi- lagi kong kalikong dan uang bermain disini. Bukan untuk menghujat keburukan pemerintah, namun pada kenyataannya ternyata memang ketika dihadapkan pada sejumlah angka yang bilangannya tidak sedikit apa boleh buat kantong pun terbuka dan izin pun didapat dengan menghiraukan aspek keselamatan tenaga kerjanya.
Perlu diketahui bahwasanya setiap tenaga kerja berhak atas pembinaan dan perlindungan dari pemerintah sesuai dengan amanat UU No. 13 Tahun 2003. untuk itu pemerintah wajib dan harus melindungi para pekerjanya yang ada di luar negri serta memberikan pelatihan yang  baik demi kualitas tenaga kerja yang akan disalurkan.
Dari segi pembinaan misalkan, Pemerintah bersama jajarannya membina para tenaga kerja yang akan disalurkan bekerjasama dengan lembaga penyalur dalam hal memberikan penjelasan terkait norma kerja yang meliputi : waktu kerja, system pengupahan, istirahat, cuti, pekerja anak dan wanita, tempat kerja, perumahan, kesusilaan, beribadat menurut agama dan kepercayaan yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial dan sebagainya.
Hal ini wajib dilakukan untuk memelihara gairah atau semangat dan moral kerja yang dapat menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Kemudian untuk menjaga dan mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan pemerintah seharusnya bisa membuat semacam Mou dengan Negara yang menjadi tempat kerja TKI jauh hari sebelum kejadian kekerasan, pelecehan dan penganiayaan terjadi. Jikalau pemerintah sudah melakukan hal tersebut tinggal memikirkan bagaimana caranya untuk melakukan pengawasan atas kesepakatan bersama tersebut.
Upaya pemerintah melakukan kerjasama dengan pihak atau Negara tempat penyaluran tenaga kerja ternyata baru akan dilakukan kurang lebih bulan depan. Upaya ini dinilai sangat lamban karena pemerintah ternyata tidak berfikir lebih jauh kedepan atas segala hal yang kemungkinan akan terjadi baik yang disengaja m,aupun yang tidak disengaja terkait masalah Tenaga kerja.
Pemerintah cenderung baru akan bekerja apabila sudah ada kasus yang menimpa pekerjanya (menunggu datangnya bola, bukan menjemput bola). Hal ini mencerminkan sikap kekurang pedulian serta profesionalisme pemerintah dalam mengurusi  nasib pekerja yang berada diluar negri. Untuk itu upaya –upaya diatas sangat diperlukan selain upaya hokum yang sudah berjalan. Dan tentunya semua itu tidak akan bias terwujud tanpa kerjasama yang menyeluruh dari semua elemen bangsa.

Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam, Jurusan Tarbiyah,
 Universitas Muhammadiyah Surakarta



























Menyoal Fenomena Surat Palsu Ditubuh Mahkamah Konstitusi

Oleh: Maria Ulfa

Kisruh surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pemilu Legislatif (Pileg) yang sudah lama berlalu kini mulai diungkit dan dirasa memanas. Para pejabat, birokrat terkait dan sejumlah politisi mulai sibuk mengumpulkan alat bukti. Yang tentunya tidak lain dan tidak bukan untuk memenangkan kasusnya. Sikut kanan sikut kiri, mau menang sendiri, tidak mau kalah  itu yang terjadi yang penting bagi mereka bisa segera mungkin terlepas dari kubangan aspal (Asli tapi Palsu) ini.
Surat palsu yang dijadikan dasar oleh KPU dalam menetapkan hasil Pileg 2009 kala itu terkait sengketa perolehan suara calon anggota legislatif (caleg) daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan Dewi Yasin Limpo yang notabene adik kandung Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo menyeret sejumlah nama yang diduga tersangkut pemalsuan surat tersebut. Sebut saja Andi Nurpati Salah satu kader partai besar Demokrat telah diduga tersangkut dalam kasus ini. Dikarenakan ia sebelum menjabat dalam kepengurusan partai tidak lain adalah pimpinan KPU untuk Pemilu 2009/2014.
Menjadi perhatian ribuan pasang mata dikarenakan sebelum kasus ini mencuat kepermukaan salah satu kader Demokrat juga terseret dalam kasus suap pengadaan gedung Wisma Atlet di palembang. Sontak hal ini membuat kaget bukan karena apa- apa namun sejumlah kasus tersebut seakan kontras dengan jargon yang diususng partai ini. “katakana tidak untuk korupsi!” mulai diperdebatkan dan dipertanyakan komitmennya.

Kredibilitas MK dipertanyakan
air mata darah telah tertumpah, demi ambisi membangun negri, kalaulah ini pengorbanan tentu bukan milik segelintir orang, belum cukuplah semua ini? apakah tidak berarti? Lihatlah wajah ibu pertiwi, pucat letih dan sedihnya berkarat setengah mati berdoa terus berdoa” kritik seorang Iwan Fals untuk para negarawan dan birokrat yang katanya ingin membangun negri ini namun rakyat tidak bisa merasakan apalagi menikmatinya.
Tragis benar nasib bangsa ini. Kapan kiranya rakyat benar- benar merasakan nikmatnya hidup di negri yang kaya ini. Bukan janji dan janji saja
Kembali kepada permasalahan awal, banjir aspal ditubuh MK menjadi begitu menarik. Karena jika tidak segera ditindak lanjuti kredibilitas Mahkamah Konstitusi tadi taruhannya. Bagaimana mungkin keadilan bisa didapat, hukum bisa ditegakan, jika ternyata document Negara pun untuk pemilihan anggota legislatife saja sudah berani dipalsukan? Bagaiman dengan pemilihan presiden?
 Kalau dari pemilihan saja sudah tidak jujur alias palsu menjadi hal yang wajar bila dalam perjalanan demokrasi menjadi compang camping dan terlihat tidak kokoh apalagi kuat. Demokrasi seakan hanya dijadikan kedok untuk mengeruk uang rakyat dan ajang pemalsuan surat.
Aroma politik tercium kental dalam kasus pemalsuan dukumen MK ini. Baik dari dalam MK sendiri KPU, BAWASLU, maupun pejabat, birokrat dan juga politisi yang berkepentingan. Ancaman runtuh pemerintahan pun semakin mendekati. Gelap dan suram karena penegak hokum tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. Semua dibungkus dengan kepentingan- kepentingan politis.
Jika sudah unsur politik yang bicara nafsu menang sendiri yang terlihat. Semua pihak tidak mau mengalah, kejujuran dan kebenaran menjadi barang langka dan mungkin tidak akan terwujud di negri seribu satu kepalsuan. Bagiaman Demokrasi bisa berjalan kalau roda Demokrasi masih cidera?!.
Demokrasi yang penuh dengan kepalsuan seakan melekat pada bangsa ini. Jeratan suap, korupsi, kolusi begitu nyaman berkembang di Negara ini. Aparat penegak hukum seakan tidak punya gigi dalam penangan sejumlah kasus ketika dihadapkan dengan sejumlah uang. KPK pun sekarang mulai jauh panggang dari api. Padahal dahulu lembaga ini salah satu lembaga penegak hokum yang ditakuti di negeri ini, namun entah kenapa akhir- akhir ini kurang begitu menggigit dan terlalu santun menangani kasus- kasus yang menimpa sejumlah birokrat dan pejabat.. 
Sudah seharusnya semua pihak bersatu padu demi tegaknya kebenaran bukanya malah menutupi kebenaran itu. MK sudah memberikan sejumlah petunjuk untuk ditindak lanjuti oleh kepolisian karena disinyalir ada tindak pidana didalamnya untuk itu menjadi tidak penting jika kemudian malah saling tuduh menuduh karena sudah ada lembaga kepolisian yang akan menanganinya. Biarkan proses berjalan lancar jika perlu semua pihak saling berkaca dan koreksi diri. Jika salah dengan sikap seorang negarawan yang legowo dan narimo (menerima) kenyataan mengakui jika itu memang salah dan benar jika itu memang benar sehingga rakyat tidak dipusingkan dan bingung melihat mana yang benar dan mana yang salah.
Mungkin dengan sikap seperti itu akan lebih baik dan terlihat bertanggung jawab serta memberikan pembelajaran bagi yang lain sehingga kinerja pemerintahan bias menjadi lebih baik karena belajar dari kesalahan. Kalau perlu jargon diganti dengan “katakana tidak untuk menutupi kesalahan” yang salah tetap harus diproses dan dimintai pertanggungjawabannya. Dan kebenaran harus tetap diperjuangkan.

Penulis Adalah Mahasiswi Fakultas Agama Islam Jurusan Syari’ah
Universitas Muhammadiyh Surakarta

Menanti Akhir Drama Suap Sesmenpora

Oleh: Agus Mulyadi

Berawal dari terciumnya drama suap Sesmenpora dalam pengadaan Wisma Atlet di Palembang, seakan menjadi pintu gerbang dari rentetan sejumlah kasus yang mendera Partai Biru (Demokrat). Tak pelak sejumlah nama dari kader partai berkuasa ini terseret karena kasus tersebut. Sebut saja Angelina Sondakh, Ruhut Sitompul, Edhy Baskoro menantu Presiden SBY hingga Ketua Umum (Anas Urbaningrum) partai sendiri disebut- sebut menerima aliran dana dalam pembangunan Wisma Atlet di Palembang..
Dari situlah drama ini kemudian dimulai. Nazarrudin sebagai Tokoh utama menjadi ramai dibicarakan melebihi ketenaran seorang artis ternama. Bukan karena aktingnya dalam sebuah film namun lebih dari itu ia berperan sangat besar terseretnya sejumlah nama dari kader partai berkuasa itu. Kelincahannya dalam mengelabui KPK dan Kepolisian bahkan Pemerintah melebihi lincahnya seekor belut yang licin dan licik. Hal ini terbukti dengan pelariannya sehari sebelum pencekalan terhadap dirinya ia sudah lebih dahulu berpamitan untuk ngacir dan bersembunyi di negri seberang (Singapura). Dari negeri tetangga itu kemudian ia menyerang balik partainya sendiri karena ia merasa dirugikan dalam hal ini. Tak pelak serangannya pun membuat sejumlah petinggi partai berang dan melaporkannya ke pihak aparat.
Hebat, tokoh yang satu ini seakan kekuatannya melebihi dari segalanya. ia menjadi kartu truft dari sejumlah kasus yang sedang mendera partai berkuasa saat ini. Dengan begitu tenangnya Nazarrudin mengobok- obok partainya sendiri sikut kanan sikut kiri itu yang terjadi.
Sampai kapankah asus ini akan selesai? Dimanakah Nazarrudin sekarang berada? Dan bagaimanakah akhir dari cerita Drama suap sesmenpora ini? Semua tergantung kepada pihak- pihak terkait dalam menanganinya. KPK sebagai lembaga penegak hokum yang katanya Nomor wahid harus berusaha lebih keras dan gesit, kepolisian sebagai kolega dalam penanganan kasus ini juga harus kooperatif  dan tentunya pemerintah dengan kekuatannya di ASEAN seharusnya semakin memudahkan jalannya pengusutan kasus ini.

Pemerintah Dan Pemberantasan Korupsi
            Tentunya masyarakat masih terngiang- ngiang dengan ucapan SBY terkait pemberantasan korupsi. “…..saya akan menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi” ucapan orang nomor satu di negeri ini terasa menyilaukan dan menghanyutkan berjuta rakyat Indonesia. Bagaimana tidak?, beliau dengan begitu semangatnya berkata akan menjadi orang terdepan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Ucapan itu seakan menjadi candu yang begitu memabukan sehingga rakyat lupa dengan sejumlah kasus yang hingga saat ini tidak jelas ujungnya. Yang paling nyata adalah kasus suap sesmenpora dan dokumen palsu yang menjerat sejumlah kader partai yang mengusungnya. .
            Dari sejumlah kasus tersebut kemudian masyarakat Indonesia mulai bertanya. Bagamana komitmen pemerintah dalam hal ini? Apakah pemerintrah sudah lupa dengan janji- janji yang dahulu digembar geborkan? Masyarakat seakan dibodohi dengan janji- janji palsu SBY dan partainya. Semangat itu ternyata hanya diujung saja seperti kata pepatah “Hangat- Hangat Tai Ayam”. Begitu keluar betul memang masih bergelora dan menggebu- gebu namun dalam perjalanannya terlihat melempem.
            Jika pemerintah tidak mau dikatakan gagal maka sudah saat pemerintah dan partainya mulai berbenah, melakukan bersih- bersih rumah tangganya dari kotoran korupsi. Hal ini tentunya tidak mudah bagi pemerintah, namun bila ada komitmen yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kebersamaan harapan itu bukan tidak mungkin akan terwujud.
            Kemudian selanjutnya pemerintah dan sejumlah jajaranya baik partai dan pejabat Negara harus bersama- sama satu kata menjadikan korupsi sebagai common enemy musuh bersama dan harus dijauhi.
            Bulatkan tekat untuk bersama membersihkan bangsa ini dari bencana korupsi. Tentunya dengan menindak tegas pelaku yang sudah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi supaya diadili dengan cara dan langkah yang nyata, sehingga kredibilitas pemerintah sedikit demi sedikit akan terbangun kembali. Inilah sebenarnya akhir atau ending dari cerita drama yang diharapkan masyarakat Indonesia, tanpa pernah bisa diusut tuntaskan. Tidak hanya kasus yang melanda ditubuh partai Demokrat saja namun semua bidang dan lembaga Negara yang tercium kasus korupsi segera ditindak dan diselesaikan. jangan samapai mereka yang telah menggerogoti uang Negara berkeliaran lenggang kangkung
            Hari anti korupsi sedunia adalah moment yang pas untuk berbenah. Kembali kepada rel yang seharusnya yakni pemberantasan karupsi yang sangat merugikan Negara. Katakana tidak untuk korupsi, dan abaikan rayuannya jika oknum mengajak korupsi, kemudian tutup mata jika ada orang yang terang- terangan mengajak korupsi dan katakanlah tidak untuk korupsi. Sekiranya inilah langkah konkrit yang harus segera dilakukan untuk lepas dari jeratan korupsi yang memang begitu ganas dan merugikan Negara.

Penulis adalah Kader IMM Cab. Sukoharjo Mahasiswa Fakultas Agama Islam,
Jurusan Tarbiyah, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mahalnya Kejujuran di Negri Seribu Topeng

Oleh: Maria Ulfa
Lagi- lagi wajah pendidikan tercoreng, mulai dari skandal, korupsi dan kini kecurangan dalam Ujian. Memang sekilas bukan suatu hal yang langka bagi kita, namun kali ini benar- benar keterlaluan. Sekolah dasar (SD) II Gadelsari Surabaya Jawa Timur bukan mengajarkan anak didiknya untuk berlaku jujur malah kebalikannya. Siswa dipaksa untuk memberikan contekkan kepada teman- temannya hanya untuk sebuah nilai yang berupa angka- angka.
Kasus ini patut disayangkan. Sosok guru yang semestinya memberi contoh yang patut untuk ditiru dan bekal kejujuran pada anak didik justru mengajarkan tindakan tidak terpuji. Mencontek, apa pun alasannya tetap tidak bisa dibenarkan apalagi dibangsa yang sudah lama merindukan sebuah budaya jujur yang pada zaman ini sudah semakin sulit ditemukan. Sekolah kurang optimal menjadi motor penggerak dalam penanaman moral dan nilai- nilai, karena ternyata di sekolah mereka justru diajari berbohong. Benar- benar satu hal yang menilukan dan mengharukan serta tidak sesuai dengan cita- cita luhur dari pendidikan.
Alifa ahmad maulana adalah anak kecil yang memberikan pelajaran berharga bagi bangsa ini. Kejujurannya seakan mendobrak sebuah budaya palsu yang dari dulu seakan dibiarkan begitu saja. Yang akibatnya moral bangsa dipertaruhkan. Lahirnya koruptor, penipu, pemalsu dokumen juga lahir dari sebuah ketidak jujuran.
Kejujuran Di Negri Seribu Topeng
            Kejujuran telah memakan korbannya. Kali ini bukan pejabat atau politisi yang menjadi mangsanya. Siami dan putranya adalah korban dari sebuah kejujuran. Dengan kejujurannya Siami bukannya didukung oleh masyarakat dan tetangganya malah diusir karena telah melaporkan kecurangan dan ketidak jujuran yang dilakukan oleh sekolah tempat anaknya menempa ilmu. Siami muncul bak kartini di era topeng dan penuh kepalsuan ini.
Kartini baru ini patut diacungi sepuluh jempol karena tindakannya tersebut. Selain bertaruh demi tegaknya kebenaran dan kejujuran ia rela diusir dari kampung tempat ia bercengkerama dengan sanak famili. Namun bukan siami kalau mencabut pernyataan dan laporanya terkait kasus contek massal di SD II Gadel tersebut ia malah berharap kejujuran harus ditegakkan dimanapun dan kapanpun. Ini sungguh tamparan pelak bagi institusi pendidikan dan pemerintah serta pelajaran berharga bagi kita semua. Kalau perlu penghargaan yang tinggi sepatutnya diberikan kepada sosok siami.
Hal ini sesungguhnya teguran sekaligus peringatan bagi kita yang semakin jauh dari nilai- nilai dan moral yang baik. Bangsa ini semakin sombong dan jauh dari masyarakatnya. Sampai muncul sebuah ungkapan yang menggelitik ”Klepon Juruh Gulo Jawi, Klakon Lungguh Kowe lali” kritik tersebut bila dicermati dengan seksama. Kurang lebih masyarakat ingin para wakil rakyat, pejabat, dan jajarannya itu tidak melupakan begitu saja tetesan keringat rakyat yang diperjuangkannya dahulu. Ketika belum menjabat seakan begitu dekat dan memperhatikan wong cilik akan tetapi ketika sudah masuk di dalam lingkaran kekuasaan mereka kalap dan lupa, rakus dan tamak memakan segalanya.
Kalau sudah demikian maka pantaslah pribahasa “karena setitik nila rusak susu sebelanga”. Jika pemerintah tidak mau dikatakan gagal maka berkacalah. Mana janji- janji manismu? Kemiskinan, kesejahteraan, pendidikan, lapangan kerja dan setumpuk Pekerjaan Rumah belum juga dapat diselesaikan. Rakyat sebenarnya tidak tuli dan melihat semua kebohongan yang terjadi. “gerakan sadar hukum” nampaknya sangat diperlukan selain kejujuran dan keadilan untuk  kemudian memperbaiki semua kesalahan- kesalahan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Sosok Siami semoga bisa menjadi teguran sekaligus contoh untuk selalu menebar kejujuran dimanapun dan kapanpun. Karena bangsa yang pongah tidak akan pernah merasakan kesejahteraan. Kiranya itu yang sekarang terjadi di negeri ini. Bangsa ini sombong akan nikmat yang Tuhan berikan. Bangsa ini jumawa dengan segudang korupsi (nirprestasi ). Ungkapan ini ditujukan kepada pemerintah yang sombong lagi congkak, tidak lagi mau mendengar jeritan dan tuntutan rakyat kecil. Hanya dengan demokrasi dan penegakan hukum tanpa pandang bulu yang bisa mengobatinya. Bangsa yang apabila sudah terjangkiti virus seperti ini hanya akan memikirkan kepentingan pribadi dan golongan.  Sesuai dengan kondisi pejabat, politisi serta penegak hukum di negeri ini.
Kejujuran seakan menjadi barang langka di negri ini. Negri “adigang adigung adiguna”, sebutan yang dirasa pas untuk Indonesia saat ini. Seakan negri yang besar ini sedang mengalami kebingungan dan sakit. Demokrasi yang membingungkan dan sakit, keadilan dan kejujuran yang juga membingungkan dan juga sakit. Pemerintahan yang sakit dan penuh kepalsuan membuat rakyat menjadi semakin kebingungan.
            Sebaiknya pemerintah segera berkaca dan tidak malu untuk mencontoh seperti apa yang dilakukan oleh Nyonya Siami dan putranya Alifa. Kampanye kejujuran harus lebih massif digalakkan oleh pemerintah. Mulai dari grassroot ditingkat desa kecamatan hingga pusat dengan harapan Indonesia bias terlepas dari keterkungkungan krisis baik moral dan financial.
Kali ini SBY harus benar- benar memimpin didepan bukan omongannya yang didepan karena masyarakat tidak membutuhkan bualan dan gombalisasi namun lebih dari itu adalah “realisasi” yang sifatya lebih nyata dan massif serta bisa dirasakan rakyat kecil. Dengan dukungan lembaga hokum yang ada bersama membasmi korupsi.

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Syari’ah,
 Universitas Muhammadiyah Surakarta

Kongres Yang Santun Lebih Elegan

Oleh: Agus Mulyadi

Seusai kembalinya Komite Normalisasi dari kantor pusat FIFA di swiss seakan pecinta dan penikmat sepak bola tanah air bisa sedikit bernafas lega. Komite normalisasi berhasil menjinakan FIFA untuk tidak memberikan sanksi atas gagalnya pelaksanaan kongres yang berlangsung di Jakarta itu. Dengan segala jurusnya Komite ini memutar otak untuk mencari celah sekaligus menjelaskan atas kegagalan kongres tersebut.
Terlepas dari itu semua yang jelas sekarang seluruh masyarakat pecinta bola tanah air merasa lebih tenang karena sanksi dari FIFA urung diberikan kepada Indonesia. FIFA memberikan kesempatan untuk yang ketiga kalinya bagi Indonesia dalam hal ini PSSI agar melaksanakan kongres yang akan memilih ketua dan wakil ketua umum serta anggota komite ekskutif PSSI .     
Ada beberapa tempat yang menjadi usulan tempat pelaksanaan kongres yang katanya luar biasa ini salah satunya adalah solo/ surakarta, jawa tengah. Yang mana dipandang sebagai daerah yang jauh dari kepentingan politis. Netralitas solo sebagai wacana untuk menggelar kongres pun ditanggapi dengan baik oleh Jokowi sebagai walikotanya. Beragam setrategipun diatur sedemikian rupa demi kelancaran kongres yang tentunya sesuai dengan kesepakatan dalam rapat bersama Komite Normalisasi PSSI.
Sejumlah aparat keamanan akan dikerahkan bersama masyarakat pecinta bola tanah air. Namun yang menjadi pertanyaan adalah rencana walikota solo untuk mengerahkan sejumlah putri solo sebagai alat peredam panasnya atmosfer yang digambarkan dalam kongres.
Hal ini dengan berbagai alasan apapun tetap tidak dibenarkan, pasalnya perempuan dalam hal ini puteri solo hanya dijadikan komoditas politik dalam percaturan politik yang terjadi dalam kongres PSSI. Selain itu hal ini bisa dikatakan mengingkari cita- cita demokrasi yang mana perempuan seharuskan dilindungi secara fisik, mental dan kejiwaannya dari beragam bentuk eksploitasi dan diskriminasi malah dijadikan sebagai komoditas politik yang akrab dengan konflik dalam kongres PSSI di kota solo tanggal 9 Juli mendatang.

Kongres Puteri solo
Hiruk pikuk perjalanan arus reformasi ditubuh PSSI ini bisa dibilang banyak menarik perhatian public khususnya pecinta dan penggila bola tanah air. Mulai dari dominasi partai politik, korupsi, liga yang kurang bagus, pengaturan skore dan sebagainya dinilai menjadi pemicu kegelisahan masyarakat. Dikooptasi oleh sekelompok orang yang haus dan gila jabatan dengan nyaris tidak ada prestasi sama sekali membuat masyarakat bola mulai merasa jenuh dan frustasi akan kepengurusan PSSI (versi lama).
Mereka menginginkan perubahan yang mendasar di dalam tubuh PSSI demi kemajuan dan perkembangan sepak bola Indonesia. Lagi- lagi kembali kepada rencana walikota solo yang akan mengerahkan pasukan cantiknya dinilai kurang etis dan pas selain mendiskreditkan martabat wanita juga ditakutkan substansi dari kongres PSSI pun semakin jauh dari yang diinginkan.
Dengan menjual keindahan dan kecantikan para puteri solo apakah bukan berarti menjadikan wanita dalam konteks ini sebagai objek eksploitasi dan pelecehan?!. Bila ini yang terjadi bukan tidak mngkin PSSI kedepan akan tidak jauh beda dengan kepengurusan yang sebelumnya. Karena kurang mempertimbangkan substansi dan pesan masyarakat bola tanah air yang menginginkan kepengurusan PSSI kedepan bersih dan bebas dari segala kepentingan- kepentingan yang sifatnya sangat politis. 
Betul memang kongres luar biasa PSSI yang rencana akan diselenggarakan di solo ini merupakan tugas yang amat berat dan selain pamungkas harus menemukan satu titik kesepahaman diantara banyak pemilik suara. Jika gagal sanksi telah menanti. Namun akankah kemudian dengan menjadikan sosok puteri solo yang sudah barang tentu cantik, molek, dan tentunya menggiurkan mata kaum adam bisa dibenarkan secara etika.Tetap saja hemat penulis ini sebuah penjajahan model baru untuk gender. Yang mana seharusnya perempuan dijunjung tinggi dan dihormati disini mereka dengan berkedok puteri solo dipaksa turut serta dalam hiruk pikuk dan kerasnya kongres nanti. Selain itu apakah mereka sudah lupa pesan dari demokrasi yang sedang mereka perjuangkan dahulu.
Demokrasi akan selalu mengutamakan kepentingan bersama bukan memaksakan kepentingan pribadi atau kelompok. Demokrasi selalu mengajak duduk bersama dengan bingkai musyawarah untuk mencari mufakat bukan mencari laknat. Dan bukankah demokrasi selalu memikirkan kesejahteraan rakyat bukat memiskinkan rakyat. kesemuanya itu memang tidak akan mungkin bisa terwujud jika semua elemen terkait tidak mau berfikir arif, santun dan bijaksana dalam menyelesaikan keruwetan PSSI. Penulis dan tentunya segenap masyarakat hanya bisa berharap jangan sampai citra kota solo yang santun dan beradab tidak ternoda dengan rencana bapak walikota memanfaatkan keindahan dan kemolekan puteri solo sebagai alat politik dalam kongres nanti.
Paradigma bahwa wanita sudah dianggap sebagai “barang dagangan” sejak lama, bahkan eksploitasi wanita dalam berbagai bentuknya bisa berubah menjadi pemaknaan terhadap wanita yang lebih positif. Walaupun bisa saja dibenarkan dalam dunia politik misalkan, namun bukan dengan menjual puteri solo sebagai komoditas politik dibenarkan, sebab puteri solo adalah symbol penghormatan terhadap kaum perempuan yang mana mereka dalam kehidupannya menjadi contoh sekaligus panutan bagi kaum perempuan.   

Penulis adalah mahasiswa fakultas agama islam, jurusan Tarbiyah, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Katakan Ya Atau Kompromi Untuk Korupsi! (Sikap kritis atas pemerintahan SBY )

Oleh: Agus Mulyadi

Mengutip ucapan seorang Sudjiwo Tejo dalam obrolan disalah satu TV Swasta mengatakan “Bangsa ini belum siap dengan system Demokrasi, karena pada kenyataannya masih ada wujud kasta dalam Demokrasi. Sudra, Waesa dan Brahmana kental terasa”. Sekilas ucapan tersebut dirasa memang benar, namun bukan berarti perjuangan untuk penegakkan demokrasi habis sampai disini. 
Menarik untuk diteliti apa yang telah diucapkan oleh budayawan sekaligus seniman ini. Memang kalau dikatakan dalam system Demokrasi diindonesia ini ada kelompok Sudra itu bisa dianggap benar, karena pada kenyataannya tidak sedikit politisi negri ini yang hanya memikirkan diri sendiri dengan fondasi egoismenya yang tinggi. Kemudian kelompok waesa yang bagi mereka hanyalah kepentingan kelompok yang paling utama, rakyat dinomor duakan atau bahkan dilupakan. Dan begitu seterusnya. Pada intinya bangsa ini menurut dia belum siap dengan system Demokrasi karena rakyat hanya dijadikan tumbal demi memenuhi hasrat dan nafsu birahi Demokrasi.
Berbicara soal demokrasi seharusnya semua didasarkan kepada kepentingan masyarakat bersama dan bukan kepentingan individu maupun kelompok seperti yang dikatakan budayawan diatas. Hal ini bila dikaitkan dengan system pemerintahan sekarang bukan tidak lagi menyimpang dari pesan demokrasi bahkan melenceng dari akar demokrasi. Hal itu disebabkan pemerintah sudah tidak lagi berfikir tentang kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan bangsa. Pemerintah hanya sibuk memeikirkan citra, suara, dan kemungkinan maju ke pemilihan berikutnya. Sehingga apa yang dahulu diteriakan mati- matian didepan berjuta rakyat Indonesia hilang ditelan politik citra dan remeh temeh lainnya.
Masyarakat tentunya masih ingat betul dengan janji SBY terhadap pemberantasan korupsi. Ya, “katakana tidak untuk korupsi” adalah jargon SBY ketika maju dalam pemilihan umum untuk presiden 2009/2014. bahkan dengan begitu semangat dan lantangnya kader-kader dari partai yang mengusungnya mengatakan “say no to korupsi !” dengan penambahan tanda seru diakhir kalimat sebagai pertanda bahwa partai ini benar- benar serius dan ingin membersihkan parlemen dari virus korupsi. Namun dalam perjalanannya berbagai kasus yang mendera memaksa partai untuk merubah jargonnya tersebut dengan “katakanya/  kompromi dengan korupsi”.  
Begitu menggelitik kalau diperhatikan penggalan kalimat diatas. Jargon itu muncul sebagai sikap kritis terhadap SBY sekaligus politisi partai biru ini. Sekan jargon yang dahulunya begitu mengesima dan menyihir jutaan rakyat sekarang menjadi bom atom yang menghantam citra paratai ini. Bagaimana tidak semangat memberantas korupsi tercemari oleh kasus anak buahnya sendiri yang berbondong- bondong terjerat kasus KORUPSI.
Motor penggerak itu seakan terlihat limbung dengan pecahnya satu- persatu roda penggeraknya gara- gara terjerat kasus korupsi. Tak usah ditangisi karena Janji tinggallah janji. Para politisi partai inipun seakan kena batunya sendiri. Hingga nyaris citra partai ini berdasarkan survey sejumlah lembaga berada dalam kondisi “awas!” artinya dari berbagai persoalan yang dihadapi pemerintahan SBY saat ini ternyata berpengaruh sangat signifikan terhadap citra partainya. Dan mengancam tingkat electoral partai. 

Cuci Gudang Atau Jatuh
            Sudah Jatuh Ditimpahi Tangga” ungkapan ini layak untuk disematkan pada kondisi partai biru yang dipimpin SBY saat ini. Bagaimana tidak kondisi partai yang sudah hamper sempoyongan ini sekarang dibebani dengan sejumlah kasus yang belum juga terselesaikan. Dengan kata lain mau tidak mau SBY dan Partai Demokrat harus Cuci Gudang untuk membersihkan partai dari jeratan kasus. Paling tidak segera mengusut dan menyelesaikan kasus yang mendera kader- kader partai kalau tidak ingin partai ini jatuh .
            Dua pilihan yang dilematis dan sulit dilakukan bila petinggi partai msaih terjebak kepada budaya kikuh pekewuh atau sungkan dengan para kader yang terjerat kasus namun disisi lain partai dituntut untuk segera melakukan bersih- bersih. Dalam hal ini semoga para petinggi partai masih mempunyai moral dan menjunjung tinggi asas hokum serta keadilan sehigga harapan tersebut tetap bias terwujud.
            Bagaimana kemudian upaya- upaya yang harus dilakukan? Mengingat sejumlah kasus yang sekarang mendera partai ini sudah begitu jauh berjalan? Yang pertama perlu adanya sikap yang tegas dari petinggi partai untuk menindak dan melakukan upaya hokum terhadap kader- kadernya yang terjerat kasus, kemudian meluruskan serta mewanti- wanti atau mengingatkan para kader yang belum terseret kedalam kubangan kasus untuk selalu waspada dan komitmen terhadap visi dan misi paratai yakni pemberantasan korupsi. Selanjutnya upaya mengembalikan citra dengan langkah- langkah nyata dan konkrit untuk menyejahterakan, memakmurkan, dan memajukan bangsa. Langkah-langkah tersebut penulis piker sangat urgen dan harus segera dilakukan apabila pemerintah masih berkomitmen dalam pemberantasan korupsi.
.
Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Tarbiyah
Universitas Muhammadiyh Surakarta

Kamis, 07 Juli 2011

Fenomena Surat Palsu (Aspal alias Asli tapi Palsu) Ditubuh Mahkamah Konstitusi

Oleh: Agus Mulyadi

Kisruh surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pemilu Legislatif (Pileg) yang sudah lama berlalu kini mulai diungkit dan dirasa memanas. Para pejabat, birokrat terkait dan sejumlah politisi mulai sibuk mengumpulkan alat bukti. Yang tentunya tidak lain dan tidak bukan untuk memenangkan kasusnya. Sikut kanan sikut kiri, mau menang sendiri, tidak mau kalah  itu yang terjadi yang penting bagi mereka bisa segera mungkin terlepas dari kubangan aspal (Asli tapi Palsu) ini.
Surat palsu yang dijadikan dasar oleh KPU dalam menetapkan hasil Pileg 2009 kala itu terkait sengketa perolehan suara calon anggota legislatif (caleg) daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan Dewi Yasin Limpo yang notabene adik kandung Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo menyeret sejumlah nama yang diduga tersangkut pemalsuan surat tersebut. Sebut saja Andi Nurpati Salah satu kader partai besar Demokrat telah diduga tersangkut dalam kasus ini. Dikarenakan ia sebelum menjabat dalam kepengurusan partai tidak lain adalah pimpinan KPU untuk Pemilu 2009/2014.
Menjadi perhatian ribuan pasang mata dikarenakan sebelum kasus ini mencuat kepermukaan salah satu kader Demokrat juga terseret dalam kasus suap pengadaan gedung Wisma Atlet di palembang. Sontak hal ini membuat kaget bukan karena apa- apa namun sejumlah kasus tersebut seakan kontras dengan jargon yang diususng partai ini. “katakana tidak untuk korupsi!” mulai diperdebatkan dan dipertanyakan komitmennya.

Kredibilitas MK dipertanyakan
air mata darah telah tertumpah, demi ambisi membangun negri, kalaulah ini pengorbanan tentu bukan milik segelintir orang, belum cukuplah semua ini? apakah tidak berarti? Lihatlah wajah ibu pertiwi, pucat letih dan sedihnya berkarat setengah mati berdoa terus berdoa” kritik seorang Iwan Fals untuk para negarawan dan birokrat yang katanya ingin membangun negri ini namun rakyat tidak bisa merasakan apalagi menikmatinya.
Tragis benar nasib bangsa ini. Kapan kiranya rakyat benar- benar merasakan nikmatnya hidup di negri yang kaya ini. Bukan janji dan janji saja
Kembali kepada permasalahan awal, banjir aspal ditubuh MK menjadi begitu menarik. Karena jika tidak segera ditindak lanjuti kredibilitas Mahkamah Konstitusi tadi taruhannya. Bagaimana mungkin keadilan bisa didapat, hukum bisa ditegakan, jika ternyata document Negara pun untuk pemilihan anggota legislatife saja sudah berani dipalsukan? Bagaiman dengan pemilihan presiden?
 Kalau dari pemilihan saja sudah tidak jujur alias palsu menjadi hal yang wajar bila dalam perjalanan demokrasi menjadi compang camping dan terlihat tidak kokoh apalagi kuat. Demokrasi seakan hanya dijadikan kedok untuk mengeruk uang rakyat dan ajang pemalsuan surat.
Aroma politik tercium kental dalam kasus pemalsuan dukumen MK ini. Baik dari dalam MK sendiri KPU, BAWASLU, maupun pejabat, birokrat dan juga politisi yang berkepentingan. Ancaman runtuh pemerintahan pun semakin mendekati. Gelap dan suram karena penegak hokum tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. Semua dibungkus dengan kepentingan- kepentingan politis.
Jika sudah unsur politik yang bicara nafsu menang sendiri yang terlihat. Semua pihak tidak mau mengalah, kejujuran dan kebenaran menjadi barang langka dan mungkin tidak akan terwujud di negri seribu satu kepalsuan. Bagiaman Demokrasi bisa berjalan kalau roda Demokrasi masih cidera?!.
Demokrasi yang penuh dengan kepalsuan seakan melekat pada bangsa ini. Jeratan suap, korupsi, kolusi begitu nyaman berkembang di Negara ini. Aparat penegak hukum seakan tidak punya gigi dalam penangan sejumlah kasus ketika dihadapkan dengan sejumlah uang. KPK pun sekarang mulai jauh panggang dari api. Padahal dahulu lembaga ini salah satu lembaga penegak hokum yang ditakuti di negeri ini, namun entah kenapa akhir- akhir ini kurang begitu menggigit dan terlalu santun menangani kasus- kasus yang menimpa sejumlah birokrat dan pejabat.. 
Sudah seharusnya semua pihak bersatu padu demi tegaknya kebenaran bukanya malah menutupi kebenaran itu. MK sudah memberikan sejumlah petunjuk untuk ditindak lanjuti oleh kepolisian karena disinyalir ada tindak pidana didalamnya untuk itu menjadi tidak penting jika kemudian malah saling tuduh menuduh karena sudah ada lembaga kepolisian yang akan menanganinya. Biarkan proses berjalan lancar jika perlu semua pihak saling berkaca dan koreksi diri. Jika salah dengan sikap seorang negarawan yang legowo dan narimo (menerima) kenyataan mengakui jika itu memang salah dan benar jika itu memang benar sehingga rakyat tidak dipusingkan dan bingung melihat mana yang benar dan mana yang salah.
Mungkin dengan sikap seperti itu akan lebih baik dan terlihat bertanggung jawab serta memberikan pembelajaran bagi yang lain sehingga kinerja pemerintahan bias menjadi lebih baik karena belajar dari kesalahan. Kalau perlu jargon diganti dengan “katakana tidak untuk menutupi kesalahan” yang salah tetap harus diproses dan dimintai pertanggungjawabannya. Dan kebenaran harus tetap diperjuangkan.

Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Tarbiyah
Universitas Muhammadiyh Surakarta

Menanti Akhir Drama Suap Sesmenpora

Oleh: Agus Mulyadi

Berawal dari terciumnya drama suap Sesmenpora dalam pengadaan Wisma Atlet di Palembang, seakan menjadi pintu gerbang dari rentetan sejumlah kasus yang mendera Partai Biru (Demokrat). Tak pelak sejumlah nama dari kader partai berkuasa ini terseret karena kasus tersebut. Sebut saja Angelina Sondakh, Ruhut Sitompul, Edhy Baskoro menantu Presiden SBY hingga Ketua Umum (Anas Urbaningrum) partai sendiri disebut- sebut menerima aliran dana dalam pembangunan Wisma Atlet di Palembang..
Dari situlah drama ini kemudian dimulai. Nazarrudin sebagai Tokoh utama menjadi ramai dibicarakan melebihi ketenaran seorang artis ternama. Bukan karena aktingnya dalam sebuah film namun lebih dari itu ia berperan sangat besar terseretnya sejumlah nama dari kader partai berkuasa itu. Kelincahannya dalam mengelabui KPK dan Kepolisian bahkan Pemerintah melebihi lincahnya seekor belut yang licin dan licik. Hal ini terbukti dengan pelariannya sehari sebelum pencekalan terhadap dirinya ia sudah lebih dahulu berpamitan untuk ngacir dan bersembunyi di negri seberang (Singapura). Dari negeri tetangga itu kemudian ia menyerang balik partainya sendiri karena ia merasa dirugikan dalam hal ini. Tak pelak serangannya pun membuat sejumlah petinggi partai berang dan melaporkannya ke pihak aparat.
Hebat, tokoh yang satu ini seakan kekuatannya melebihi dari segalanya. ia menjadi kartu truft dari sejumlah kasus yang sedang mendera partai berkuasa saat ini. Dengan begitu tenangnya Nazarrudin mengobok- obok partainya sendiri sikut kanan sikut kiri itu yang terjadi.
Sampai kapankah asus ini akan selesai? Dimanakah Nazarrudin sekarang berada? Dan bagaimanakah akhir dari cerita Drama suap sesmenpora ini? Semua tergantung kepada pihak- pihak terkait dalam menanganinya. KPK sebagai lembaga penegak hokum yang katanya Nomor wahid harus berusaha lebih keras dan gesit, kepolisian sebagai kolega dalam penanganan kasus ini juga harus kooperatif  dan tentunya pemerintah dengan kekuatannya di ASEAN seharusnya semakin memudahkan jalannya pengusutan kasus ini.

Mempertanyakan Komitmen Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi
            Tentunya masyarakat masih terngiang- ngiang dengan ucapan SBY terkait pemberantasan korupsi. “…..saya akan menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi” ucapan orang nomor satu di negeri ini terasa menyilaukan dan menghanyutkan berjuta rakyat Indonesia. Bagaimana tidak?, beliau dengan begitu semangatnya berkata akan menjadi orang terdepan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Ucapan itu seakan menjadi candu yang begitu memabukan sehingga rakyat lupa dengan sejumlah kasus yang hingga saat ini tidak jelas ujungnya. Yang paling nyata adalah kasus suap sesmenpora dan dokumen palsu yang menjerat sejumlah kader partai yang mengusungnya. .
            Dari sejumlah kasus tersebut kemudian masyarakat Indonesia mulai bertanya. Bagamana komitmen pemerintah dalam hal ini? Apakah pemerintrah sudah lupa dengan janji- janji yang dahulu digembar geborkan? Masyarakat seakan dibodohi dengan janji- janji palsu SBY dan partainya. Semangat itu ternyata hanya diujung saja seperti kata pepatah “Hangat- Hangat Tai Ayam”. Begitu keluar betul memang masih bergelora dan menggebu- gebu namun dalam perjalanannya terlihat melempem.
            Jika pemerintah tidak mau dikatakan gagal maka sudah saat pemerintah dan partainya mulai berbenah, melakukan bersih- bersih rumah tangganya dari kotoran korupsi. Hal ini tentunya tidak mudah bagi pemerintah, namun bila ada komitmen yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kebersamaan harapan itu bukan tidak mungkin akan terwujud.
            Kemudian selanjutnya pemerintah dan sejumlah jajaranya baik partai dan pejabat Negara harus bersama- sama satu kata menjadikan korupsi sebagai common enemy musuh bersama dan harus dijauhi.
            Bulatkan tekat untuk bersama membersihkan bangsa ini dari bencana korupsi. Tentunya dengan menindak tegas pelaku yang sudah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi supaya diadili dengan cara dan langkah yang nyata, sehingga kredibilitas pemerintah sedikit demi sedikit akan terbangun kembali. Inilah sebenarnya akhir atau ending dari cerita drama yang diharapkan masyarakat Indonesia, tanpa pernah bisa diusut tuntaskan. Tidak hanya kasus yang melanda ditubuh partai Demokrat saja namun semua bidang dan lembaga Negara yang tercium kasus korupsi segera ditindak dan diselesaikan. jangan samapai mereka yang telah menggerogoti uang Negara berkeliaran lenggang kangkung
            Hari anti korupsi sedunia adalah moment yang pas untuk berbenah. Kembali kepada rel yang seharusnya yakni pemberantasan karupsi yang sangat merugikan Negara. Katakana tidak untuk korupsi, dan abaikan rayuannya jika oknum mengajak korupsi, kemudian tutup mata jika ada orang yang terang- terangan mengajak korupsi dan katakanlah tidak untuk korupsi. Sekiranya inilah langkah konkrit yang harus segera dilakukan untuk lepas dari jeratan korupsi yang memang begitu ganas dan merugikan Negara.

Penulis adalah Kader IMM Cab. Sukoharjo Mahasiswa Fakultas Agama Islam,
Jurusan Tarbiyah, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Ospek Asyik dan Menyenangkan Dambaan Mahasiswa/ Siswa Baru

Oleh: Maria Ulfa
“Mikul dhuwur mendhem jero” setiap mahasiswa/ siswa harus mempunyai rasa tanggung jawab dan integritas yang tinggi setelah mengikuti kegiatan orientasi yang diadakan sekolah atau kampus. Adalah salah satu tujuan dari diadakannya kegiatan orientasi mahasiswa/ siswa. Selain juga pembekalan dan pengenalan dunia akademik kampus dan sekolah. Pesan diatas dirasa penting juga untuk disematkan didalam kegiatan ospek baik tingkat kampus maupun sekolah.
Bagaimanakah cara pengemasannya? Tergantung kreatifitas panitia kegiatan ospek sendiri. Semakin kreatif panitia akan semakin menambah meriah dan asyik yang tentunya orientasi siswa/ mahasiswa tidak menjadi momok yang menjenuhkan dan menjengkelkan dikarenakan semua peserta merasa nyaman dan kerasan dengan kegitan tersebut.
Dalam debat sebelumnya banyak membicarakan pesan- pesan moral agar dimasukan kedalam agenda kegiatan orientasi namun sebenarnya prinsip dari kesemuanya itu adalah prinsip partnership yang penuh keakraban dan juga prinsip kenyamanan sehingga semua peserta dibuat betah dan asyik menikmati prosesi dari kegiatan tersebut.
Tentunya juga nilai- nialai seperti sopan santun, menghormati orang lain, dan bertanggung jawab juga harus diperhatikan. Dalam pengemasan kegiatan ini panitia paling tidak sudah mempunyai bekal keinstrukturan yang baik dan wawasan yang bisa dibilang mencukupi dikarenakan peran panitia dalam kegiatan ini sangat urgen dan erat kaitannya dengan kelancaran jalanya aktifitas dan efektifitas kerja.
Jauh hari gambaran kegiatan bisa didesain sedemikian rupa disesuaikan dengan kebutuhan dan tentunya melihat kemampuan dari kepanitian sendiri. Khusus untuk team pendamping dan team penyusun materi harus benar- benar dibekali dengan keinstrukturan kalau perlu diadakan kegiatan gladi resik lima atau tiga hari sebelum kegiatan dilaksanakan.
Dalam mendesain kelas sebisa mungkin mengutamakan tingkat kenyamanan peserta orientasi demi kelancaran kegiatan. Selain itu juga diharapkan pendamping kelas, moderator seminar, dan pemateri kalau perlu dicarikan sesuai orang yang memang sudah berpengalaman didalamnya, sehingga berbagai kreatifitas seperti esbriking dapat muncul didalam kelas. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jikalau peserta sudah terlihat atau merasa gerah, gelisah, hingga membosankan. Sebisa mungkin hal yang demikian tidak diketemukan dalam jalannya kegiatan sebab akan mengganggu jalannya kegiatan orientasi.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Hukum Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sabtu, 02 Juli 2011

Belajar Jadi Kolumnis, Simple Kok!

Oleh : Supadiyanto | 11-Sep-2008, 10:43:06 WIB
KabarIndonesia
 Hari Kamis 11 September 2008--pagi hingga sore ini; saya diminta menjadi salah satu pembicara Diklat Jurnalistik di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta yang bakal diikuti ratusan peserta. Sedang pada hari Ahad lalu, saya juga diundang menjadi pemateri Studium General (Kuliah Umum) di FIP Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam berbagai kesempatan dan acara semacam ini, saya cuman hanya membeberkan kiat jadi penulis artikel di berbagai koran.
Yakni bagaimana menjadi penulis artikel (kolumnis) yang baik, hingga karyanya bisa termuat di berbagai media cetak (koran0. Pagi ini juga, kebetulan tepat pada peringatan 7 tahun pasca Tragedi WTC; artikel saya berjudul; "Puasa dan Tragedi WTC" termuat di salah satu koran terbitan ibukota (Harian Umum Suara Karya).
Mungkin, khusus bagi para pembaca setia Harian Online ini; ingin saya beberkan materi yang nantinya akan saya koar-koarkan dalam acara Diklat Jurnalistik itu. Mungkin agak panjang juga materi ini, tapi nyantai saja yach!
Pertama, Soal Jalan Pintas Menjadi Kolumnis? 
Galibnya, mahasiswa  tak becus menulis di media cetak! Saya hanya ingin berbagi cerita singkat, saja. Kebetulan sekali---beratus-ratus karya tulis berupa artikel, puisi dan esai milik penulis pernah terpampang di puluhan media cetak nasional-lokal sekaliber Redaktur koran-sudah biasa; mungkin kalau mau dicatat sudah ratusan kali, bisa ribuan kali malahan. Soalnya, saya belum sempat menghitung.
Hobi menulis-secara iseng-penulis kerjakan sambil lalu sejak duduk di bangku SMA. Meskipun baru sedikit menyeriusinya semasa akhir SMA hingga detik ini. Hemat penulis-sejatinya profesi jadi penulis opini (artikel) bisa digeluti siapapun juga. Soalnya, membikin artikel yang menarik tidak harus dari coretan tangan lulusan jurusan Jurnalistik. Sembari kuliah okey, pun sembari bekerja di bidang lain-tidak jadi soal.
Bekerja jadi penulis opini (artikel) di berbagai media cetak-itu profesi yang gampang-gampang susah. Alias susah-susah gampang bin tidak sukar, mudah juga tidak. Tergantung dari sudut bidikan manakah Anda memandang. Kalau dari depan, jelas  rumit. Karena Anda mungkin tidak pernah kuliah di Jurusan Komunikasi. Jika dibidik dari samping atau belakang; tidak kalah rumit-sebab barangkali Anda belum pernah juga jadi wartawan profesional. Nah, kalau dibidik dari atas atau bawah, bagaimana?
Wah, repot juga jadinya; pasalnya Anda tidak mengenal barang seorangpun Redaktur opini di salah satu koran di kota Anda. Kalau sudah begitu, masih adakah kans untuk menjadi penulis artikel (kolumnis)? Adakah jalan pintas agar tulisan Anda langsung termuat di media cetak atau elektronik? Jangan khawatir begitu dong, itu semua bisa disiasati. Bisa dipelajari tahap demi setahap. Asalkan Anda tekun membikin tulisan, lantas rajin juga mengirimkannya di berbagai koran; dijamin tulisan Anda segera digandrungi banyak orang.
Status Anda sekarang mahasiswa, aktivis kampus apalagi? Seharusnya kaum intelektual kampus tersebut-karya tulisnya wajib termuat di berbagai koran. Gengsi dong, masak sudah mahasiswa (siswa yang maha, amat besar) tidak bisa bikin tulisan. Tapi ingat juga, sejak dahulu; banyak (lho) dosen yang tidak bisa bikin tulisan di koran? Sedang seorang profesorpun-yang merupakan gelar tertinggi dalam jenjang akademik-juga banyak pula yang bisa nulis di koran.
Jangan Dikira Dosen Lihai Menulis!
Di PT Jogja, justru mahasiswa UIN Sunan Kalijaga lebih banyak muncul dibandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa UGM, apalagi UNY. Dosennya juga hampir serupa demikian. Hanya segelintir dosen saja yang kerap menghiasi koran-koran ternama. Mercermati realitas sosial yang buruk di atas--penulis menduga-disebabkan oleh sekian faktor telak, yakni:
Satu, para mahasiswa dan dosen itu-tidak pernah barang sekalipun membuat tulisan. Lantas ini melahirkan alumnus yang tidak kritis dan cerdas.
Dua, mereka sudah kerap membikin tulisan namun tak pernah atau malas mengirimkannya ke media cetak atau elektronik. Ini melahirkan jenis akademikus yang ada di menara gading; syok serba "tahu".
Tiga, kalangan akademikus itu kerap membuat tulisan, lantas rajin mengirimkannya ke media massa; namun hingga kini belum pernah dimuat. Ini melahirkan orang yang pantang menyerah, tak gampang putus asa.
Empat, para intelektual kampus itu sering membuat tulisan dan mengirimkannya ke koran; karena berkali-kali ditolak mereka lantas putus asa. Dan akhirnya kapok hingga sekarang. Kelompok terakhir ini menjadi golongan orang-orang yang setengah hati, kurang sungguh-sungguh aktualisasi dirinya.
Lima,....(cari sendiri yach!)Tinggal pertanyaan mahapokoknya sekarang adalah; Anda termasuk dalam golongan yang manakah dari empat grup di atas? Semoga Anda minmal tidak termasuk dalam golongan yang pertama tadi.
Dua, Artikel itu Model Tulisan Bagaimana?
Kalau kita jeli mengamati tampilan sebuah koran-sebut saja KOMPAS misalkan-ada 2 jenis bentuk tulisan. Yakni jenis tulisan nonfiksi dan fiksi. Lebih spesifik lagi, jenis tulisan nonfiksi terfragmentasikan lagi atas tulisan berita, artikel dan feature, resensi serta iklan.
Sementara grup tulisan fiksi terdiri atas cerpen, cerber, puisi, karikatur dan lain sebagainya. Khusus dalam bahasan ini, penulis hanya bermaksud membahas mengenai ragam tulisan artikel (opini). Merujuk pada berbagai referensi, penulis dapat menyodorkan pengertian artikel yakni jenis tulisan berisi pendapat pribadi (intersubyektif) tentang pandangan terhadap problema teraktual, hangat di tengah masyarakat. Tulisan jenis artikel jelas ber-BEDA JAUH dengan karya ilmiah atau skripsi, tesis dan desertasi.
Galibnya-setiap koran, majalah, buletin maupun media online, meyediakan kolom khusus bernama Rubrik Opini. Rubrik ini memang sengaja diperuntukkan bagi umum (para penulis dari luar redaksi). Rubrik Opini berfungsi ganda dalam memberikan informasi dan kontrol sosial. Dalam hal ini-penulis opini (kolumnis) diberikan kebebasan dalam menganalisis problematika teraktual yang sedang dihadapi masyarakat.
Amat jelaslah, muatan isi tulisan artikel (opini) lebih bersifat intersubyektif, namun tetap mengedepankan unsur obyektivitas dan dalih ilmiah yang logis. Dikatakan artikel berbobot-pasti menawarkan solusi cerdas terhadap permasalahan yang dikupas penulis. Sejumlah surat kabar menamakan Rubrik OPINI bernama Rubrik Pendapat, Gagasan, Wacana, Forum dan sebutan lain. Penamaan antarkoran berbeda-beda, itu lebih didasarkan pada idealisme dan selera redaksi.

Artikel yang berbobot (berkualitas bagus) tersusun atas serentetan kalimat yang mampu menggugah perasaan dan kesadaran para pembaca. Benar, prinsip penulis itu identik seorang orator ulung.
Mampu membakar semangat audiens, bisa membuat sedih pendengar atau sebaliknya. Muara akhirnya-kemauan serta persepsi audiens menjadi sehati (sama) dengan apa yang diinginkan penulis itu. Untuk itu kepiawaian penulis artikel mengeksplorasi gaya bahasa bernilai sastra tinggi; modal utama bagi mereka yang berniat jadi kolumnis. Itu sebab, mengapa artikel amat beda dengan ragam karya ilmiah.
Struktur Naskah Opini, Apa Bedanya?
Secara keseluruhan anatomi (tata letak tubuh) naskah artikel terpetakan dalam tiga bagian besar. Bagian-bagian sentral tersebut terdiri atas pembukaan (pendahuluan), isi (tubuh) dan penutup (kesimpulan). Yang paling urgen dalam kupasan setiap artikel selalu mengutamakan pada masalah-masalah teraktual, bersifat kekinian, kebaruan-apalagi yang sedang hangat dipolemikkan.
Dalam sebuah buku karya Markus G. Subiyakto yang berjudul "Kiat Menulis Artikel" (1993; 14), dia menjelaskan beberapa kerangka penuntun bagi penulis pemula untuk mempermudah pembuatan artikel. Paling tidak, dalam buku tersebut Markus menyodorkan 8 parameter yang bisa dijadikan pegangan pokok bagi Anda yang berkeinginan menjadi kolumnis andal. Delapan pegangan dasar bagi penulis artikel itu, al:
  • Apa topik tulisan Anda.
  • Bentuk tulisan macam apa yang Anda inginkan.
  • Masalah apa saja yang kira-kira sudah diketahui pembaca.
  • Informasi-informasi baru apa saja yang akan ditulis dan apakah bisa selintas dijelaskan mengapa hal itu terjadi.
  • Pancing perhatian pembaca dengan kalimat-kalimat yang menarik.
  • Tulis dengan gaya yang hidup, pilih kata-kata yang sudah dikenal, pilih kata kerja yang menunjukan kesan gerak serta buat kalimat yang efektif.
  • Buat alur pembicaraan atau pembahasan yang mengalir dalam tulisan itu melalui pergantian alinea demi alinea.
  • Pilih kata penghubung yang menarik antaralinea.
Agar lebih sempurna lagi untuk menjadi penulis artikel yang mumpuni-saran penulis-harus rajin membaca banyak artikel penulis lain, yang lebih senior. Langkah ini dimaksudkan agar bisa memperbandingkan gaya-gaya tulisan antarpenulis artikel. Asanya, agar Anda bisa sesegera mungkin menemukan gaya tulisan pribadi.
Perlu diingat pula, karya tulis jenis artikel tidak terpaku pada pemakaian bahasa baku-layaknya sebuah laporan hasil penelitian. Menurut Sutirman Eka Wardana dalam buku bertajuk "Jurnalistik Dakwah" (1995; 35), artikel bukanlah karya fiksi. Tetapi artikel termasuk karya FAKTUAL (ilmiah populer).
Konsekuensi logisnya, penulisan artikel (model opini) wajib mematuhi logika logis yang dapat dipertanggungjawabkan keberadaan dan kebenarannya. Penulis artikel yang mumpuni-terpacak dari uraian pemakaian bahasa jurnalistik yang runtut. Kiat membuat kalimat dan alur berfikir yang runtut dapat terlatih dari hasil latihan-yang tidak kenal lelah.
Semakin banyak membaca dan menulis artikel, bakal membuat penulis mampu membuat ritme pembahasan yang mengalir-bak aliran Sungai Bengawan Solo atau Sungai Brantas. Sementara itu, wartawan kawakan sekaliber Rosihan Anwar dalam bukunya berjudul: "Bahasa Jurnalistik" (1984; 13) pernah memberikan patokan standar dalam menulis karya jurnalistik; yaitu harus mematuhi aturan pokok di bawah ini:
  • Menggunakan kalimat-kalimat pendek.
  • Menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
  • Menggunakan bahasa sederhana dan jelas pengutaraannya.
  • Menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.
  • Menggunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan pasif.
  • Menggunakan bahasa kuat dan padat.
  • Menggunakan bahasa positif, bukan negatif.
Idealnya, untuk membuat sebuah artikel yang bagus-hendaknya kupasan persoalan yang dibahas sang penulis harus memiliki relevansi dengan bidang keahlian yang dimilikinya.
Kemampuan penulis artikel menampilkan informasi-informasi terbaru dalam sebuah artikel merupakan faktor ESENSIAL. Daya tarik sebuah opini-salah satu pusatnya-terletak pada sajian informasi terbaru yang diwacanakan penulis. Semakin baru informasi yang ditampilkan, umumnya jarang pula penulis yang mengupas tentang tema tersebut. Berdasarkan analisis jurnalistik, jenis tulisan macam inilah yang "dirindukan" pihak redaksi koran-koran ternama.
Amat jelas pula, penulis artikel yang tidak bisa menampilkan wacana dan informasi baru-dalam kupasan karya tulisnya-menunjukkan secara kasat mata bahwa artikel tersebut kurang berbobot alias tidak bermutu. Imbas panjangnya, redaktur opini bakal sungkan menerima jenis tulisan seperti ini.
Guna mengantisipasi agar penulis artikel selalu menawarkan informasi terbaru, wajib hukumnya bagi mereka selalu tekun mengikuti perkembangan terkini-dengan rajin membaca banyak referensi. Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas, tampak cukup mudah membuat artikel (opini) yang berkualitas bagus. Artinya, Anda semua bisa menjadi kolumnis-dalam waktu dekat ini. Sebab utamanya, kini profesi kolumnis amat menjanjikan bagi masa depan penulis. Penyebab lain, honor yang didapatkan para penulis dari redaksi koran cukup lumayan untuk sekedar bertahan hidup. Menarik bukan?
Bikin Opini Menarik, Pasti Gampang Dong!
Galibnya para penulis pemula terbentur dengan persoalan di atas. Mereka umumnya terkendala pada masalah fundamental ini, yakni tak kuasa menjawab bagaimanakah membuat artikel agar menarik perhatian redaktur? Baiklah, pertanyaan ini bakal penulis jawab dengan menguraikan beberapa sub item di bawah ini.
Menurut pendapat penulis pribadi, untuk membikin tulisan yang penuh "kejutan", isi artikel berbobot namun orisinalitas karya tulis tetap terjamin; para calon penulis artikel (kolumnis) bisa saja menerapkan tujuh langkah strategis berikut ini:
One, temukan IDE (gagasan) baru terkait tulisan
  • Two, pilih judul tulisan yang bombastis
  • Three, cari lead yang kuasa memancing rasa penasaran
  • Fourth, Buat trik analisis artikel yang memukau pembaca
  • Five, kedepankan orisinalitas tulisan
  • Six, buat pengantar surat artikel yang persuasive
  • Seven, kenali karakter dan teknis pengiriman artikel
Kode Etik Jagat Tulis-Menulis:
  • Tidak mengirimkan tulisan (karya tulis jenis apapun) yang sama kepada sejumlah media massa dalam waktu bersamaan.
  • Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan EYD.
  • Materi dan gagasan penulisan tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD '45 dan peraturan negara lainnya.
  • Isi tulisan tidak memojokkan kerukunan beragama, diskriminasi gender serta menyinggung kepentingan SARA.
  • Setiap penulis wajib bersikap jujur terhadap karya tulisnya dengan selalu menyebutkan sumber referensi bila mengutip karya orang lain.
  • Mengirimkan tulisan dengan ketikan rapi tanpa banyak kesalahan serta mematuhi garis kebijakan redaksi yang ditetapkan masing-masing surat kabar.
Jadi Kolumnis, Populer dapat Honor lagi!
Kurang lebih sebulan lalu, tepatnya medio Agustus 2008-penulis diundang jadi salah satu instruktur Diklat Jurnalistik di lingkungan TNI AD. Diklat yang diikuti 80-an perwira TNI AD dari berbagai kesatuan di Tanah Air ini berlangsung meriah di Gedung Serba Guna TNI AD Jln Kramat Jati Jakarta Timur.
Rupa-rupanya, para petinggi TNI kini menyadari pentingnya menulis bagi mereka. Bukankah bila TNI saja getol belajar menjadi penulis, menjadi sindiran bagi warga sipil yang bermalas-malasan tidak berminat jadi penulis? Ini juga pengalaman menarik. Awal Juni 2008 lalu, ber-TKP di sebuah PTN ternama di Jogja; penulis juga diundang jadi pemoderator Workshop Jurnalistik&Penulis-yang luar biasa, benar!
Bukan saja pematerinya para Pemimpin Redaksi serta penulis senior seperti Octo Lampito (Pimred Harian Kedaulatan Rakyat), Anggit Noegroho (Pimred Harian Joglo Semar), YA. Sunyoto (Pimred Harian Jogja), Achmad Munif (Novelis-Dosen), Hamdan Daulay (Kolumnis-Dosen UIN Suka Jogja) dll-melainkan lebih karena ratusan peserta berbagai kota berjubel di sana. Ternyata tujuan mereka cukup satu, saja. Agar bisa jadi PENULIS populer atau menjadi WARTAWAN. Kelebihan menjadi penulis artikel adalah peluang tulisan kita bisa termuat hampir setiap hari. Pasalnya, setiap koran menyediakan kolom khusus bagi tulisan jenis artikel. Kolom tersebut bernama Opini, Wacana, Forum, Gagasan dan sebutan lainnya. Apalagi jumlah koran yang beredar di Indonesia ada ratusan jumlahnya. Bukankah itu menjadi peluang emas bagi para penulis artikel? Kelebihan lain yakni, para penulis artikel (kolumnis) akan cepat dikenal orang (populer).
Tidak itu saja, ada honor dari redaksi yang siap ditransfer ke rekening pribadi Anda; bila tulisan Anda termuat. Meski tidak ada jalan pintas lain menjadi kolumnis jempolan kecuali bermodal ketekunan saja. Merujuk lagi pada pengalaman penulis pribadi serta para penulis senior, kegiatan menulis bukan saja melatih kepekaan INTELEKTUAL (rasional) an sich. Ada tiga kepekaan lain yang turut terasah yakni kecerdasan spiritualitas (MORAL), instingtif (INTUITIF) dan mobilitas motorik (FISIK).
Tertarikkah Anda semua-yang ganteng dan cakep ini-kian cerdas dan lihai menjadi penulis-khususnya jadi penulis artikel atau opini (kolumnis)?Jujur saja, detik ini, perkembangan dunia informasi kian berkembang amat pesat. Berkat piranti teknologi serba canggih menyebabkan ruang dan waktu-tak berjarak lagi. Media massa cetak (koran) dan elektronik yang berjubel di negeri berpenghuni 224 juta jiwa ini-salah duanya-merupakan induk semang pusat informasi dunia.
Apalagi terdapat ratusan koran, majalah, buletin, media online, stasiun radio dan teve di Tanah Air, kian menambah marak akselerasi perkembangan IPTEK itu. Cukup dari sanalah, kita bisa memantau perkembangan situasi-kondisi secara mendetil tiap inchi tiap daerah. Praktis, barang siapa memiliki banyak "bank informasi", dapat dipastikan merekalah yang bakal menguasai peradaban manusia. 
Hanya buruknya, selama ini yang terjadi-mayoritas pembaca, pemirsa dan pendengar (audiens)-lebih banyak menjadi obyek informasi itu. Belum berposisi sebagai subyek informasi. Artinya, audiens hanya menjadi penerima informasi dari beragam media, pihak pasif. Padahal idealnya, mereka wajib menjadi audiens yang serba aktif, cerdas; mampu menjadi pembuat informasi sebagai feed back atas informasi yang dilontarkan beragam media massa itu. Bagaimana, Anda tertarik menjadi kolumnis--populer segera? Semoga bermanfaat bagi Anda! (*)

Referensi: Sebagian tulisan ini diadopsi dari buku karya saya pribadi berjudul; "Jadi Penulis Handal Modal Dengkul (Taktik Jitu Menulis Opini di Berbagai Koran)", Intramedia Press, Sukoharjo-Jawa Tengah, Juni 2008
Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: www.kabarindonesia.com